Penajaman Komitmen dalam Mewujudkan Gereja Ramah Anak


admin
23 Jul 2025 15:35
JAKARTA,PGI.OR.ID-Program Gereja Ramah Anak (GRA) telah menjadi bagian penting dari pelayanan gereja-gereja di Indonesia dalam menciptakan ruang aman, inklusif, dan membangun bagi anak-anak. Sebagai informasi bahwa saat ini sudah ada sinode yang melakukan deklerasi GRA yaitu sinode GMIM, GMIT, GKE, GPIB, GKP dan PGIW Jawa Barat. Selain itu yang telah mengikuti sosialisasi dan pelatihan sudah mencapai 50 % sinode dan gereja sepanjang 2017- 2024.
Dalam kurun waktu tersebut, berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, kapasitas, serta implementasi prinsip-prinsip perlindungan dan partisipasi anak dalam kehidupan bergereja. Delapan tahun merupakan momentum reflektif untuk meninjau kembali capaian, tantangan, serta dampak dari program ini, sekaligus menetapkan arah strategis ke depan.
Oleh karena itu, PGI menyelenggarakan Webinar Refleksi dan Evaluasi Sewindu Gereja Ramah Anak, sebagai ruang dialog, pembelajaran bersama, serta penajaman komitmen gereja-gereja anggota PGI dalam mewujudkan Gereja yang ramah terhadap anak. Webinar juga dilaksanakan dalam rangka Hari Anak Nasional 2025.
Dalam sambutan pembukaan, Ketua Umum PGI, Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty mengajak seluruh peserta manfaatkan webinar ini untuk mendapatkan informasi serta pemahaman yang menyeluruh terkait Gereja Ramah Anak. Sehingga dengan demikan dapat berkontribusi bagi program ini di gereja masing-masing, sebagai bentuk kepedulian dan perhatian terhadap perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak di gereja.
Webinar yang diikuti 500 orang peserta, menghadirkan narasumber Pdt. Lenta Enni Simbolon (Wasekum PGI), Levina Pelenggina Nahumury (Ditjen Bimas Kristen), Ignatius Alvin Krisnugraha (KPP-PA), dan Asep Zulhijar (UNICEF Indonesia). Selain itu, peserta juga mendengarkan sharing dari gereja yang telah deklerasi GRA, Sinode GMIM, dan Sinode GPIB. Sedangkan Biro Litbang PGI menyampaikan hasil riset evaluasi GRA di sinode/PGIW/SAG.
Dalam paparannya, Pdt. Lenta Enni Simbolon mengungkapkan bahwa PGI memulai gerakan Gereja Menuju Gereja Ramah Anak sejak komiten peserta Konsultasi Nasional Pelayan Anak ke 5 di Grha Oikoumene PGI pada Februari 2017, dengan mengangkat tema Menuju Gereja Ramah Anak, dan kegiatan ini merupakan bagian dari mandat PTPB Sidang Raya di Nias 2014.
Program GRA ini, lanjutnya, adalah sebagai implementasi dari Kebijakan Perlindungan Anak PGI yang disahkan pada siding MPL di Merauke 2014. PGI melakukansosialisasi UU Perlindungan Anak, Konvensi Hak Anak (KHA) kepada pelayanan anak di sinode/gereja dengan maksud para pelayan gereja memahami undang-undangperlindungan anak, KHA sehingga untuk pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak baik di gereja maupun di keluarga.
Pada kesempatan itu, diungkapkan pula bahwa sejak 2020, hingga 2024 tercatat 5 (5%) sinode yang sudah deklarasi GRA, yaitu sinode GMIM, GKP, GMIT, GPIB, GKE. 14 sinode (14%) dalam tahapan sosialisasi dan proses penerapan, yaitu Sinode HKBP (distrik 8 jakarta), Germita, Gereja Toraja, HKI, GKPA, GKPI, GKJW, GBKP, GPI Papua, GKSB, GKI, GKPI, GPM dan GKST, serta 78 sinode yang belum deklarasi.
Sedangkan Levina Pelenggina Nahumury dalam paparannya menilik peranan Ditjen Bimas Kristen terkait GRA. Disampaikan bahwa peran yang dilakukan Ditjen Bimas Kristen yaitu meningkatkan pemahaman dan kesadaran pimpinan gereja tentang paradigma perlindungan anak dan pelayanan gereja, serta mensosialisasikan Pedoman Rumah Ibadah Ramah Anak/Gereja Ramah Anak (GRA).
Selain itu, mengajak dan menghimbau gereja untuk Menyusun dan mengembangkan Kebijakan Perlindungan Anak secara Sinodal sebagai bentuk komitmen Gereja terhadap upaya perlindungan anak dan pemenuhan hak anak, meningkatkan porsi anggaran untuk program anak yang terintegrasi dalam program mewujudkan GRA, menciptakan lingkungan yang ramah dan responsif terhadap anak, mengadakan pelatihan untuk peningkaiatn kapasitas SDM gereja, serta membantu penyediaan fasilitas/sarana prasarana anak.
Menurutnya, organisasi gereja dan pemerintah punya tanggungjawab dan peran untuk melaksanakan dan mewujudkan GRA. Sebab itu, diperlukan strategi percepatan dan kolaborasi antar aras dan pemerintah untuk mewujudkan GRA.
Catatan Hasil Evaluasi
Usai paparan narasumber dan sharing, peserta dibagi dalam 4 kelompok berdasarkan kategori yang sudah ditetapkan yakni Gereja yang sudah deklerasi, Gereja yang telah menerapkan GRA, Gereja yang baru ikut sosialisasi, serta gereja yang belum pernah mengetahui tentang GRA.
Beberapa catatan penting dari hasil evaluasi sewindu Gereja Ramah Anak, yaitu sebagian besar gereja telah memiliki struktur pelayanan anak, namun belum disertai pemahaman dan kebijakan substansial. Hanya sebagian kecil gereja yang telah melakukan pelatihan hak anak dan menerapkan GRA secara terpadu. Implementasi masih bersifat parsial dan belum menjadi sistem yang terintegrasi dalam pelayanan gerejawi.
Sedangkan yang menjadi tantangan utama yaitu kurangnya informasi menyeluruh mengenai konsep dan praktik GRA di tingkat akar rumput, keterbatasan sarana, terutama di gereja pedesaan, minimnya pelaporan, monitoring, dan evaluasi berbasis data, serta rendahnya pemahaman lintas unsur gereja (pendeta, majelis, guru SM, orang tua) mengenai hak dan partisipasi anak.
Sebagai bentuk konkret yang menjadi rencana tindak lanjut, untuk tingkat gereja lokal meliputi meliputi penetapkan kebijakan GRA secara tertulis dan terbuka, mengalokasikan anggaran khusus untuk pelatihan dan partisipasi anak, melibatkan anak dalam evaluasi tahunan pelayanan gereja, serta melaksanakan sosialisasi lintas fungsi kepada seluruh unsur jemaat. Sementara untuk tingkat sinode, membuat regulasi internal yang mewajibkan implementasi prinsip GRA, menyusun modul pelatihan dan alat monitoring terstandar, dan menyediakan platform koordinasi dan mentoring antar gereja.
Tingkat PGI dan Lintas Aras yaitu membentuk Forum Nasional Gereja Ramah Anak lintas sinode dan denominasi, melakukan pemetaan (maping) nasional dan menyusun laporan perkembangan tahunan, menjalankan pendekatan “jemput bola” ke sinode-sinode untuk advokasi kebijakan dan pendampingan, memaksimalkan peran PGIW dan PGIS dalam memaksimalkan pencapaian cluster-cluster GRA, mendorong kemitraan strategis dengan Kementerian Agama, Dinas PPPA, dan LSM anak. Advokasi menyeluruh sampai ke daerah perlu dilaksanakan, serta menegaskan bahwa GRA adalah tanggung jawab seluruh elemen gereja, bukan hanya guru sekolah minggu.
Melalui evaluasi ini, diingatkan bahwa GRA bukan proyek tambahan, ini adalah perwujudan iman, keadilan, dan kasih yang mengakar dalam spiritualitas gereja. Tanpa perlindungan dan pemberdayaan anak, gereja gagal menjalankan misinya secara utuh.
Berikan Komentar
Alamat email anda tidak akan dipublish, form yang wajib diisi *
Berita & Peristiwa
Ketua Umum PGI dan Rombongan Kunjungi Padang Sarai: "Anak-anak korban ...
PADANG,PGI.OR.ID-Peristiwa pembubaran dan perusakan sebuah rumah doa sekaligus tempat pendidikan bagi siswa Kr...
PGI-ICRP Perkuat Komitmen Merawat Dunia dengan Cinta
JAKARTA,PGI.OR.ID-Peristiwa intoleransi belakangan makin marak terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Meresp...
PGI dan PIKI Bertemu, Tegaskan Pentingnya Sinergi Gereja dan Masyaraka...
JAKARTA-PGI.OR.ID Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (P...