PGI: Deklarasi Istiqlal bukan Dokumen Diplomatik Formal, Melainkan Sebagai Seruan Profetik


admin
14 Sep 2025 07:57
JAKARTA,PGI.OR.ID-Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menegaskan bahwa Deklarasi Istiqlal bukan sebagai dokumen diplomatik formal, melainkan sebagai “seruan profetik” yang lahir di tengah krisis global: dehumanisasi dan perubahan iklim.
Ulasan Ketua Umum PGI Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty itu, disampaikan oleh Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI Pdt. Johan Kristantara dalam talk show sekaligus peluncuran buku Deklarasi Istiqlal: Refleksi, Harapan, dan Tantangan Seluas Indonesia, di lantai 8 Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Jakarta, pada Rabu (10/9/2025).
Dalam ulasan tersebut dipaparkan bahwa ada 4 tema pokok. Pertama, terkait dehumanisasi. “Pdt. Jacky menegaskan bahwa segala bentuk kekerasan, perdagangan manusia, diskriminasi agama, hingga algoritma digital yang mengasingkan adalah bentuk perusakan imago Dei. Gereja, menurutnya, tidak boleh menjadi penonton pasif, tetapi hadir sebagai komunitas profetik yang berjalan bersama kaum tertindas. Penekanan ini mengingatkan pembaca bahwa iman Kristen sejati tidak bersifat eksklusif, melainkan keterlibatan radikal di tengah dunia,” ujarnya.

Kedua, tema krisis iklim dan pertobatan ekologis, yang memunculkan konsep spiritualitas ugahari. Spiritualitas ugahari berarti hidup secukupnya, menolak kerakusan, dan menjaga ciptaan. Ia menautkan nilai-nilai lokal dengan refleksi teologis global, termasuk ensiklik Laudato Si’ Paus Fransiskus. “Dari analisis terlihat Pdt. Jacky memiliki kepekaan dalam menghubungkan kearifan lokal dengan narasi iman universal,” jelas Pdt. Johan Kristantara.
Ketiga, dialog antaragama. Disampaikan bahwa sebagai penulis Pdt. Jacky Manuputty menolak dialog yang sebatas formalitas, menekankan bahwa perjumpaan lintas iman harus menyentuh luka sejarah dan diwujudkan dalam praksis nyata: memperbaiki rumah bersama, menanam pohon, atau berdoa lintas agama. “Bagian ini mencerminkan pengalaman panjang PGI dan juga pribadi Pdt. Jacky sendiri dalam kerja-kerja perdamaian di Ambon dan berbagai konteks konflik.”
Keempat, terkait soal tanggung jawab pewarisan spiritualitas lintas generasi. Pdt. Jacky mengingatkan bahwa kehidupan beragama tidak boleh berhenti pada dogma, tetapi harus diwariskan sebagai spiritualitas yang membentuk karakter anak-anak dan remaja sebagai agen perubahan.
"Dengan demikian, umat beriman bukan hanya merupakan pewaris bumi, tetapi juga penanggung jawab masa depan. Segala pemikiran, sikap, dan tindakan yang kita produksi di masa kini harus menjadi contoh dan teladan yang baik untuk generasi masa depan," ujar Pdt. Johan Kristantara sebagaimana ulasan dari Pdt. Jacky Manuputty.
Diakhir ulasannya, Ketua Umum PGI mengingatkan bahwa kehidupan beragama tidak boleh berhenti pada dogma, tetapi harus diwariskan sebagai spiritualitas yang membentuk karakter anak-anak dan remaja sebagai agen perubahan. Dengan demikian, ia menempatkan gereja bukan hanya sebagai pewaris bumi, tetapi penanggung jawab masa depan.

Sementara itu, Menteri Agama, Nasarudin Umar, keynote speech saat peluncuran buku, mengajak seluruh umat beragama untuk meningkatkan level keimanan. Ia menekankan tiga dimensi cinta yang harus dihidupi bersama, yaitu cinta kepada Tuhan berarti memperdalam dimensi spiritual dan keimanan.
Selain itu, cinta kepada sesama manusia berarti mempererat persaudaraan antarumat beragama dan membangun kerukunan nasional, dan cinta kepada lingkungan berarti memperkenalkan ekoteologi, sebuah kajian teologis yang menghubungkan iman dengan kepedulian terhadap bumi.
Sebagaimana diketahui, Deklarasi Istiqlal merupakan sebuah kesepakatan antara Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar dan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus, pada 5 September 2024. Deklarasi ini meneguhkan komitmen umat beragama untuk menjaga kemanusiaan dan lingkungan.
Untuk memperkuat komitmen umat beragama, terdapat tiga langkah untuk mewujudkan pesan Deklarasi Istiqlal melalui kebudayaan. Pertama, penguatan literasi keagamaan berbasis budaya. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman keagamaan yang inklusif dan selaras dengan kearifan lokal, sehingga ajaran agama dapat lebih mudah diterima dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, melakukan dialog lintas agama dan budaya untuk menciptakan ruang saling memahami dan mengurangi potensi konflik berbasis perbedaan keyakinan. Ketiga, pelestarian budaya mesti selaras dengan ajaran agama, bukan dipertentangkan, tetapi dipahami sebagai bagian dari ekspresi keberagamaan masyarakat.
Berikan Komentar
Alamat email anda tidak akan dipublish, form yang wajib diisi *
Berita & Peristiwa
PGI: Deklarasi Istiqlal bukan Dokumen Diplomatik Formal, Melainkan Seb...
JAKARTA,PGI.OR.ID-Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menegaskan bahwa Deklarasi Istiqlal bukan sebag...
PGI Soroti Gejolak Sosial, Krisis Keluarga, dan Ekologi yang Dihadapi ...
ROTTERDAM, PGI.OR.ID – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menegaskan perannya sebagai suara profet...
5 Pesan GNB Sikapi Situasi Bangsa. Keberpihakan kepada Rakyat Harus Me...
JAKARTA,PGI.OR.ID-Sejumlah tokoh nasional yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menyampaikan 5 poin...