Preloader
PGI.OR.ID

Alamat

Jalan Salemba Raya No. 10
Jakarta Pusat (10430)

Hotline

021-3150451

021-3150455

021-3908118-20

Alamat Email

mailto:info@pgi.or.id

Mengasuh dengan Cinta, untuk Memimpin Dunia: Refleksi Hari Anak Sedunia di Tengah Luka Perundungan

Thumbnail

Share:

Setiap tahun, Hari Anak Sedunia mengundang kita berhenti sejenak, menatap wajah anak-anak di sekitar kita, mendengarkan napas kecil mereka yang penuh dengan harapan. Tema “Mengasuh dengan Cinta, Memimpin Dunia” terasa seperti bisikan lembut yang mengingatkan kita: sebelum seorang anak dapat memimpin, ia perlu terlebih dahulu diizinkan bertumbuh dalam kasih yang memeluk, bukan kasih yang menuntut.

Namun kenyataan yang kita temui sering kali berbeda. Perundungan meningkat. Anak-anak membawa kegelisahan yang tak kasat mata. Ada yang tersenyum di luar, tetapi menyimpan ketakutan di dalam. Mereka belajar menyembunyikan diri, bukan mengembangkan diri; belajar bertahan, bukan bertumbuh. Kadang mereka menjadi korban, kadang menjadi pelaku, bahkan kadang tidak tahu bedanya. Di tengah dunia seperti ini, panggilan bagi gereja dan keluarga menjadi semakin jernih: mengasuh dengan cinta yang menguatkan, melindungi, dan menumbuhkan keberanian.

Ketika Rumah Menjadi Gereja Pertama

Dalam tradisi Kristen, keluarga disebut ecclesia domestica, gereja domestik, gereja rumah tangga, gereja keluarga, gereja kecil di mana kasih Allah pertama kali diperkenalkan. Namun, sebelum anak belajar berdoa, ia lebih dulu belajar membaca hati orang tuanya. Sebelum mengenal kata “Tuhan,” ia lebih dulu mengenal pelukan, nada suara, dan tatapan yang menyambut atau mengabaikannya.

Psikologi perkembangan sudah sejak lama menegaskan apa yang Alkitab sampaikan bahwa anak-anak dibentuk terutama bukan oleh instruksi, tetapi oleh relasi:

  • Bila rumah penuh teriakan, maka dunia terasa mengancam.
  • Bila rumah penuh cinta, maka dunia terasa mungkin.
  • Bila rumah menjadi tempat anak merasa dilihat, ia belajar bahwa dirinya berharga.
  • Bila rumah menjadi tempat ia disalahkan, ia belajar bahwa dirinya hanyalah beban.

Firman Tuhan menggambarkan kehadiran-Nya seperti seorang gembala yang mendekap kawanan kecilnya: “Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunnya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya.” (Yesaya 40:11). Ini bukan gambaran tentang Allah yang mengajar dari jauh, melainkan Allah yang hadir dekat, menyentuh, menuntun, dan menjaga dengan kasih. Itulah cara anak-anak dibentuk: melalui kedekatan, kehadiran, dan rasa aman.

Sebab, tidak semua luka tampak. Ada anak yang tubuhnya sehat, tetapi jiwanya memar. Ada anak yang tidak dipukul, tetapi suaranya hilang. Ada anak yang tidak dicaci, tetapi selalu merasa salah. Pengalaman emosional masa kecil, baik hangat maupun menyakitkan, membentuk cara seseorang memandang dirinya, dunia, bahkan memandang Allah. Karena itu, mengasuh dengan cinta bukanlah tugas tambahan, melainkan partisipasi kita dalam memulihkan generasi. Bukan pula romantisme belaka, melainkan pembentukan karakter. Sebab, bagaimana seorang anak diperlakukan hari ini sangat menentukan bagaimana ia kelak memperlakukan orang lain.

Gereja: Lebih dari Ruang Ibadah, tetapi Ruang Aman

Anak-anak belajar mengenal Allah bukan hanya dari cerita Alkitab, melainkan dari cara gereja memperlakukan mereka. Dari tatapan, gestur, sapaan, atau bahkan diamnya orang dewasa, anak-anak belajar apakah Allah itu dekat atau jauh. Sebab itu, ketika berbicara tentang Gereja Ramah Anak, sebenarnya kita sedang berbicara tentang gambaran Allah seperti apa yang kita perkenalkan kepada mereka. Allah yang sabar, yang memberi ruang, yang memeluk? Atau Allah yang jauh, mudah marah, dan tidak punya ruang bagi suara kecil mereka?

Gagasan Gereja Ramah Anak tidak berhenti pada ruangan warna-warni, liturgi inklusif, atau kurikulum Sekolah Minggu yang kreatif. Semua itu penting, tetapi belum cukup. Kita perlu mengingat bahwa yang paling membentuk anak bukan program semata, tetapi pengalaman relasional: ketika ia boleh datang apa adanya, bertanya tanpa ditertawakan, berbeda tanpa dikucilkan, menangis tanpa dipermalukan, takut tanpa dipaksa “harus kuat.”

Pada titik inilah perkataan Yesus dalam Matius 18:10 memperoleh kedalaman yang luar biasa: “Ingatlah, jangan menganggap rendah salah seorang dari yang kecil ini.” (Matius 18:10). Dalam konteksnya, Yesus berbicara tentang semua yang rentan, mudah disisihkan, dan tidak dianggap penting. Justru karena itu, ayat ini begitu relevan bagi anak-anak: merekalah yang paling cepat terluka, tetapi paling mudah diabaikan. Yesus tidak hanya menegur dunia; Ia menegur komunitas orang percaya. Mengabaikan anak-anak berarti mengabaikan-Nya. Ini bukan hanya tentang iman mereka. Ini tentang martabat mereka.

Karena itu gereja sebagai komunitas iman dipanggil untuk:

  1. peka terhadap tanda-tanda perundungan di kalangan anak;
  2. memiliki protokol perlindungan anak yang nyata dan dapat dijalankan;
  3. melatih para pelayan anak memahami perkembangan psikologis dan emosional anak;
  4. memberi teladan relasi yang bebas dari kekerasan, baik verbal maupun non-verbal;
  5. membangun budaya saling menjaga, bukan saling melukai; dan
  6. menguatkan orang tua serta pengasuh, bukan menghakimi mereka.

Gereja yang aman akan memancarkan wajah Allah yang aman. Gereja yang penuh kasih akan memperkenalkan Allah yang penuh kasih. Gereja yang peka akan melihat luka yang tak terlihat.

Sinergi Gereja dan Keluarga: Anak Pulang dengan Hati yang Utuh

Anak tidak dapat tumbuh utuh hanya di rumah, atau hanya di gereja. Ia membutuhkan keduanya, rumah yang hangat dan gereja yang aman. Rumah mengajarkan cinta yang paling dasar, gereja memperluas cinta itu menjadi komunitas yang menumbuhkan.

Ketika keluarga dan gereja berjalan beriringan, anak akan menemukan keberanian untuk menjadi diri sendiri, belajar batas yang sehat, mengenal kepemimpinan sebagai bentuk pelayanan bukan kuasa, dan memandang dunia bukan sebagai ancaman, tetapi ruang untuk berbuat baik. Di situlah anak-anak mulai memimpin, dengan kasih yang mereka terima lebih dahulu. Perlindungan anak bukan hanya prosedur, tetapi panggilan iman untuk melihat anak sebagaimana Allah melihat mereka: berharga, rapuh, layak dijaga, dan tidak boleh diabaikan.

Mengasuh dengan Cinta adalah Upaya Memulihkan Dunia

Hari Anak Sedunia bukan sekadar perayaan, tetapi panggilan bagi setiap kita. Anak-anak tidak membutuhkan dunia yang sempurna, melainkan dunia yang bersedia bertumbuh bersama mereka. Dan mungkin inilah inti tema tahun ini: anak yang diasuh dengan cinta akan memimpin dengan cinta. Anak yang diperlakukan dengan hormat akan belajar menghormati. Anak yang dipulihkan akan membangun dunia yang lebih menyembuhkan.

Semoga rumah kita menjadi ecclesia domestica yang mendekap. Semoga gereja kita menjadi ruang aman yang menumbuhkan. Dan semoga setiap anak belajar bahwa ia berharga, bukan karena apa yang ia lakukan, tetapi karena siapa dirinya di hadapan Allah yang mengasihi.

 

Biro Keluarga dan Anak - PGI

Berikan Komentar

Alamat email anda tidak akan dipublish, form yang wajib diisi *

Komentar *
Nama Lengkap *
Email *
Website
(optional)

Berita & Peristiwa
TAB Angkatan VI Goes to Yogyakarta: 30 Pemuda Multikultural Dilatih Me...
by admin 26 Nov 2025 01:24

YOGYAKARTA.PGI.OR.ID – Sebanyak 30 pemuda dari berbagai latar belakang agama, kepercayaan, dan budaya berkum...

Kick Off Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak 2...
by admin 24 Nov 2025 14:23

JAKARTA,PGI.OR.ID-Dunia kembali diingatkan untuk membangun solidaritas dalam rangka melawan segala bentuk keke...

Refleksi Kemanusiaan: Ajakan dari Kedalaman Nurani

Lembang, 21 November 2025 – Di aula Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB) Lembang, tempat berlangsungnya sem...