Potong Tumpeng Tandai Peringatan HUT ke-75 PGI di Grha Oikoumene

JAKARTA,PGI.OR.ID-Pemotongan tumpeng, hidangan yang biasanya disajikan pada acara khusus di masyarakat suku Jawa, menandai peringatan HUT ke-75 Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), di ruang Chapel Lt 3, Grha Oikoumene, Jakarta, pada Senin (26/5/2025).
Prosesi pemotongan tumpeng dilakukan secara bergantian oleh Bendahara Umum PGI Yusak Budi Kurniawan, Ketua Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) Pdt. Henriette Hutabarat-Lebang, serta Ketua Majelis Pertimbangan PGI Pdt. Gomar Gultom. Potongan pertama diserahkan kepada Lydia, karyawan LAI, dan potongan berikutnya kepada Chealsy NL. Sianturi serta Markus P. Saragih mewakili karyawan PGI.
Dalam sambutannya, Yusak Budi Kurniawan meneruskan pesan Ketua Umum PGI Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty, terkait momentum HUT ke-75 PGI, yang menegaskan bahwa kita telah menapak satu titik sejarah yang tak sekadar menandai usia, tetapi menyatakan kesetiaan Allah yang tak bersyarat dan kasih-Nya yang tak tergoyahkan.
“Tujuh puluh lima tahun sudah PGI hadir dalam pergumulan bangsa ini dan kita berkata dengan iman penuh: “Ebenhaezer: Sampai di sini Tuhan menolong kita,” demikian pesan tersebut.
Disampaikan pula, ucapan itu bukanlah slogan liturgis, tetapi ia lahir dari kedalaman hati, dari lorong-lorong sejarah penuh perjuangan, dari perjumpaan gereja-gereja dengan kekerasan, kemiskinan, ketidakadilan, dan krisis kemanusiaan yang tak kunjung reda. Tetapi justru di situlah kita menemukan tangan Tuhan yang tak pernah lepas, dan suara Roh Kudus yang tak pernah diam.
Dalam terang tema, “Kesatuan Tubuh Kristus yang Tangguh dan Relevan”, lanjutnya, kita diingatkan bahwa gereja tidak dipanggil untuk menjadi museum dari masa lalu, melainkan tanda hidup Kerajaan Allah yang terus bergerak, menjawab jeritan bumi, menyahabati yang tersingkir, merangkul yang tertindas, dan menyalakan harapan.
Sementara itu, Pdt. Henriette Hutabarat-Lebang mengingatkan bahwa PGI, yang dulu bernama DGI, menjadi sarana untuk mewujudkan keesaan gereja di Indonesia. “Penting bagi kita untuk jangan melupakan sejarah, tapi jangan juga kita terperangkap oleh sejarah, tapi harus jalan terus agar bisa bertumbuh tetapi tetap bagaimana melakukan koreksi apa yang kurang kita lakukan demi gereja dan bangsa. Spirit ini harus kita kembangkan dengan baik,” tandasnya.
Ia pun sedikit mengulik sejarah gerakan oikoumene di Indonesia. Menurutnya, di awal mula berdirinya DGI pada 1950, telah membicarakan perlunya LAI untuk melanjutkan pekerjaan lembaga Alkitab Belanda di Indonesia, serta melayani keperluan-keperluan gereja akan Alkitab, serta penerbitan Kristen dalam rangka menyiapkan penerbitan tulisan Kristiani bagi gereja, dan masyarakat. “Tahun 1954 LAI didirikan dan Ketua DGI pertama Dr. Sutan Gunung Mulia serta Bendahara pertama DGI juga menjadi Bendahara pertama LAI,” kisahnya.
Perayaan HUT ke-75 PGI di Grha Oikoumene diawali ibadah syukur ini, berlangsung hikmat. Pdt. Gomar Gultom dalam khotbahnya yang terambil dari Yesaya 40:31, mengingatkan pentingnya semangat untuk terus maju, dan tidak mudah mundur dalam menghadapi tantangan, termasuk di era digitalisasi.
“Tagline kita Kesatuan Tubuh Kristus yang Tangguh dan Relevan. Tangguh dan Relevan. Saya pandang sebagai komitmen kolektif semua insan PGI untuk tidak mundur, tidak patah semangat, di tengah gempuran proses digitalisasi atau apa pun yang sering menciutkan hati. Dalam kaitan inilah saya mengangkat Yesaya 40:31 hari ini: Berlarilah tanpa menjadi lesu dan berjalanlah tanpa menjadi lelah karena Allah sumber kekuatanmu. Ayat ini adalah pecutan dari Nabi Yesaya kepada kita,” ujarnya.
Menurut Pdt. Gomar Gultom, di sinilah Jesaya mengingatkan, Allah bukan saja tidak menjadi lelah, tetapi adalah juga sumber kekuatan yang membarui kekuatan mereka yang memperhatikan kehendak Ilahi dan yang berharap padaNya.
“Memang tidak mudah menumbuhkan harapan bagi mereka yang berada di pembuangan saat itu. Pengharapan itu hanya mungkin bagi mereka yang secara mendalam bahwa Allah mereka adalah Allah yang mahakuasa dan maha tinggi. Dan pengharapan sedemikian yang membuat mereka selalu melihat ada kesempatan, ada khairos,” tandasnya.
Di penghujung acara, staf, dan karyawan PGI, Dana Pensiun PGI, serta perwakilan LAI menikmati hidangan yang telah disiapkan panitia.
Sekilas Terbentuknya PGI
Menilik sejarahnya, berawal pada 6-13 November 1949 diadakan Konferensi Persiapan Dewan Gereja-gereja di Indonesia. Seperti diketahui sebelum Perang Dunia II telah diupayakan mendirikan suatu Dewan yang membawahi pekerjaan Zending; namun karena pecahnya PD II maksud tersebut diundur.
Setelah PD II berdirilah tiga buah Dewan Daerah, yaitu: “Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja di Indonesia, berpusat di Yogyakarta (Mei 1946); “Majelis Usaha bersama Gereja-gereja di indonesia bagian Timur”, berpusat di Makasar (9 Maret 1947), dan “Majelis Gereja-gereja bagian Sumatera” (awal tahun 1949), di Medan.
Ketiga dewan daerah ini didirikan dengan maksud membentuk satu Dewan Gereja-gereja di Indonesia, yang melingkupi ketiga dewan tersebut. Pada 21-28 Mei 1950 diadakan Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), bertempat di Sekolah Theologia Tinggi (sekarang Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Jakarta).
Salah satu agenda dalam konferensi tersebut adalah pembahasan tentang Anggaran Dasar DGI. Pada 25 Mei 1950, Anggaran Dasar DGI disetujui oleh peserta konferensi dan tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) dalam sebuah naskah “Manifes Pembentoekan DGI”.