Membangun Kesadaran dan Partisipasi Perempuan Gereja dalam Gerakan Ekofeminisme


admin
12 Sep 2025 20:15
JAKARTA,PGI.OR.ID-Aktivis dan pemerhati lingkungan hidup perempuan berbagi pengalaman serta pemikiran mereka dalam webinar nasional bertajuk Perempuan Gereja dan Gerakan Ekofeminisme di Indonesia, yang diiniasiasi oleh Biro Perempuan PGI, pada Jumat (12/9/2025).
Webinar yang dibagi dalam dua sesi ini dilatarbelakangi oleh adanya persoalan ekologi masih menjadi keprihatinan bersama. Dalam konteks Indonesia, catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menunjukkan bahwa krisis ekologi berkaitan erat dengan ketidakadilan sosial dan pembangunan yang tidak berkeadilan sosial. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik agraria yakni perebutan lahan masyarakat untuk dijadikan lahan industri, pengrusakan hutan untuk menjadi lahan korporasi, food estate yang merusak keragaman hayati dan pertambangan yang merusak kehidupan bumi.
Di tengah krisis ekologi yang semakin mengkhawatirkan, hutan yang gundul, sumber air terancam, dan perubahan iklim yang tak terbendung, perempuan di berbagai penjuru Indonesia telah bangkit sebagai pelindung alam. Dari Mollo, TTS, hingga Kendeng, Rembang, perempuan-adat dan perempuan gereja telah menunjukkan bahwa keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan tak terpisahkan. Mereka menenun, berdoa, bergerak, dan bersatu, bukan hanya untuk melindungi alam, tetapi untuk mempertahankan hak hidup generasi mendatang. Dan di balik keberanian itu nilai-nilai kearifan lokal, iman, dan keberpihakan pada yang rentan. Sehingga kini saatnya perempuan gereja juga bergerak.
Lewat webinar ini diharapkan dapat terbangun kesadaran ekofeminis dalam diri perempuan gereja dan warga gereja secara keseluruhan, serta mendorong partisipasi perempuan aktif gereja dalam gerakan ekofeminisme di tingkat lokal dan nasional. Sedangkan outputnya, terbentuk konsolidasi gerakan ekofeminisme perempuan Kristen pada aras lokal, regional dan nasional, serta hadirnya perempuan Kristen/gereja yang menjadi agen keadilan ekologi.
Pada kesempatan itu, Dosen Fakultas Teologi, UKSW, Yogyakarta Pdt. Dr. Asnath Niwa Natar menuturkan bahwa tujuan gerakan feminisme dan ekologi adalah untuk saling memperkuat serta membangun pandangan terhadap dunia serta prakteknya yang tidak bersifat dominasi maupun bias laki-laki. Sementara gerakan eko-feminisme suatu gerakan yang melihat bahwa kekerasan melawan perempuan dan pengrusakan lingkungan hidup merupakan dua gejala yang berhubungan satu dengan yang lain (akibat sistem patriarkhat).
Ia menambahkan, fokus eko-feminimisme bukan pada kedekatan alam dengan perempuan, namun budaya perempuan memperlakukan alam (pemulihan prinsip-prinsip feminin, seperti penciptaan, pemberdayaan, kerja sama, anti kekerasan, serta anti pemaksaan terhadap alam).
Seperti halnya laki-laki, Asnath Natar melihat perempuan juga menjadi pelaku perusakan lingkungan diantaranya lewat penggunaan make up untuk kecantikan yang tidak ramah lingkungan, pembelian alat-alat rumah tangga yang tidak ramah lingkungan, serta perempuan yang berpendidikan ketika menjabat ikut terlibat dalam mengeksploitasi alam. “Meski demikian perempuan juga menjadi sosok yang pertama mengalami dampak kerusakan lingkungan karena mereka bekerja di wilayah domestik seperti menyediakan makanan yang sehat dalam keluarga, akses air bersih menjadi sulit, dan lainnya,” Pdt. Asnath Natar.
Menurutnya, kita perlu belaja dari masyarakat lokal di Sumba yang melihat alam sebagai subyek yang memancarkan kuasa Ilahi, alam semesta sebagai yang hidup dan memiliki kekuatan gaib, serta setiap benda dan mahluk hidup memiliki inteligensi, kemauan dan tujuan dapat memancarkan kuasa-kuasa Ilahi.
Sedangkan Siti Maimunah dari Mama Aleta Fund, mengutip Karen J. Warren dalam bukunya Ecological Feminism, menegaskan bahwa feminisme ekologis bukanlah posisi atau peristiwa yang tetap, ini adalah tentang perjalanan berperspektif untuk terus mencari dan menunjukkan bias laki-laki dimanapun dan kapanpun itu terjadi, dalam pemikIran feminisme itu sendiri, maupun filosofi, etika dan gerakan lingkungan.
Pengakuan terhadap sifat dalam proses dari teori, praktek, dan aktivisme akar rumput dari ekologi feminis berkontribusi pada kesehatan, pertumbuhan dan keberlanjutan, serta potensinya untuk bergabung dalam solidaritas dengan gerakan sosial lainnya, seperti gerakan keadilan lingkungan, gerakan hak-hak sipil, gerakan perdamaian, yang (tidak seperti ekofeminisme), bisa jadi memiliki atau tidak memiliki gender sebagai titik awal atau kategori analisis utama.
Ia mengajakan perempuan untuk berkoalisi dengan alam dan leluhur untuk menyelamatkan, serta memulihkan kehidupan kekuatan-bersama (power with) atau solidaritas.
Membangun Kekuatan Bersama
Sementara itu, aktivis lingkungan hidup untuk hak-hak masyarakat adat, Mama Aleta Kornelia Baun, dalam webinar ini mengungkapkan bahwa perempuan sebagai “Ibu Bumi” merupakan penjaga dan pelindung alam, serta memiliki kedekatan dengan kekayaan alam. Namun saat ini, lanjut Mama Aleta, perempuan menghadapi tantangan seperti suaranya kurang didengar, kurang percaya diri, ruang untuk perempuan masih sedikit walaupun sudah ada undang-undang yang mengaturnya, serta persoalan ekonomi.
Sebab itu, ia melihat pentingnya membangun kekuatan bersama antara perempuan dengan laki-laki dalam rangka perlindungan terhadap alam. “Ini yang selalu kadang banyak orang katakan kita melihat yang lemah adalah kaum perempuan, yang kuat kaum laki-laki. Tetapi dalam perjuangan kami masyarakat adat bagaimana membangun kekuatan bersama menyatakan sikap untuk membela lingkungan,” tandasnya.
Berikan Komentar
Alamat email anda tidak akan dipublish, form yang wajib diisi *
Berita & Peristiwa
PGI: Deklarasi Istiqlal bukan Dokumen Diplomatik Formal, Melainkan Seb...
JAKARTA,PGI.OR.ID-Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menegaskan bahwa Deklarasi Istiqlal bukan sebag...
Membangun Kesadaran dan Partisipasi Perempuan Gereja dalam Gerakan Eko...
JAKARTA,PGI.OR.ID-Aktivis dan pemerhati lingkungan hidup perempuan berbagi pengalaman serta pemikiran mereka ...
PGI Soroti Gejolak Sosial, Krisis Keluarga, dan Ekologi yang Dihadapi ...
ROTTERDAM, PGI.OR.ID – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menegaskan perannya sebagai suara profet...