Konas XI POUK: Menegaskan Jati Diri POUK dalam Relasi dengan Gereja
admin
08 Nov 2025 21:51
MAKASSAR, PGI.OR.ID – Sejalan dengan tema Ecclesia Domestica, Konsultasi Nasional (Konas) XI POUK yang berlangsung di Makassar pada 6–8 November 2025 memusatkan perhatian pada pertanyaan mendasar: bagaimana POUK memaknai dirinya sendiri dan bagaimana sinode-sinode gereja memahami keberadaan POUK.
Dalam diskusi yang dihadiri peserta dari berbagai POUK dan PGIW, mengemuka harapan agar POUK diakui sejajar dengan gereja-gereja yang telah melembaga seperti GKP, GKI, GMIM, dan GPIB. Para peserta menilai POUK telah melaksanakan sepenuhnya fungsi-fungsi gerejawi, mulai dari pelayanan firman, sakramen, hingga pelayanan pastoral dan sosial. Bahkan, beberapa peserta menilai POUK justru lebih maju karena bersifat lintas denominasi dan menjadi ruang persekutuan yang inklusif, terutama bagi generasi muda yang mulai menjauh dari gereja tradisional.
Sejarah dan Eklesiologi POUK
Dalam salah satu sesi, Pdt. Zakaria J. Ngelow menjelaskan bahwa POUK lahir sebagai solusi atas kebutuhan umat Kristen yang hidup bersama di lingkungan interdenominasi seperti pemukiman militer, kompleks industri, pendidikan, dan perumahan. “POUK mempertemukan umat Kristen dari latar belakang gereja yang berbeda, namun sepakat bersatu membentuk persekutuan oikoumenis,” ujarnya. Ia mengingatkan bahwa Sidang MPL-PGI tahun 1996 telah menetapkan POUK berwenang melaksanakan pelayanan sakramen serta fungsi-fungsi gerejawi lainnya.

POUK sebagai Gereja Universal
Sementara itu, Pdt. Adama A. Sihite menegaskan bahwa meski POUK menjalankan fungsi gerejawi, pelaksanaannya merupakan mandat dari gereja-gereja yang menaunginya. Ia menilai istilah “gereja” bagi POUK lebih tepat dimaknai dalam arti “Gereja Universal” — yang menghidupi panggilan dan tugas Kristiani secara luas, bukan dalam arti institusional seperti sinode yang memiliki doktrin dan sejarah tertentu. Menurutnya, bila POUK berupaya menjadi seperti sinode gereja, maka ia justru berisiko kehilangan keunikannya sebagai wadah persekutuan oikumenis.
Merawat Simpul Oikoumenis: POUK, PGIW, dan Gereja Anggota
Dalam penjelasannya, Pdt. Febrianto S. Rompis menekankan pentingnya POUK untuk tetap berpegang pada rambu-rambu dasar: tidak menjadi sinode, memberlakukan dwi-keanggotaan dengan sinode gereja asal, tidak menahbiskan pendeta sendiri, serta membangun relasi sinergis, kolaboratif, dan terintegrasi dengan PGIW. “POUK, PGIW, dan gereja anggota harus memahami peranan masing-masing agar arak-arakan oikumenis tetap eksis, progresif, dan dinamis,” jelasnya. Melalui semangat oikoumene, ketiganya diharapkan semakin mewujudkan keesaan yang nyata dalam persekutuan, pelayanan, kesaksian, pengajaran, dan kemandirian.
POUK dalam Pengalaman Lintas Generasi
Dalam talkshow lintas generasi yang dipandu Pdt. Arliyanus Larosa, berbagai pengalaman dan pandangan tentang POUK mengemuka. Tokoh POUK dari DKI Jakarta, Bapak Asikin Baiin, menegaskan bahwa POUK adalah gereja dalam arti penuh karena telah menjalankan fungsi-fungsi gerejawi. Menurutnya, hal itu merupakan wujud kepercayaan yang diberikan oleh sinode-sinode gereja anggota PGI. “Saya seratus persen anggota POUK, dan seratus persen anggota GKP,” ujarnya, menekankan pentingnya keanggotaan ganda sebagai wujud kepercayaan gereja-gereja anggota PGI kepada POUK.
Sementara itu, Reynanda Paath, seorang remaja dari POUK Kanaan, Sulsera, mengungkapkan kebimbangannya mengenai keangotaan sinode gereja yang dimilikinya. Ia sejak lahir telah beribadah di POUK dan tidak mengenali lagi sinode gereja asal orangtuanya. Sedangkan Pdt. Dimas Gulo menyatakan bahwa POUK memiliki keunikan karena merupakan persekutuan interdenominasi. “Salah satunya adalah liturginya yang disusun dengan mengakomodir berbagai denominasi tanpa menghilangkan unsur-unsur esensial dengan memperhatikan kebutuhan generasi muda. Dengan demikian, POUK dapat menjadi pilihan bagi generasi muda karena POUK adalah milik gereja-gereja,” katanya.
Sekretaris Umum PGI, Pdt. Darwin Darmawan, menegaskan agar POUK tidak berubah menjadi denominasi baru. “Kekayaan POUK justru pada keberagamannya sebagai wadah persekutuan umat dari berbagai denominasi gereja. Jika menjadi gereja baru, POUK akan kehilangan jati diri dan peran uniknya dalam gerakan oikumenis di Indonesia,” tandasnya. Ia menambahkan, melalui POUK generasi muda dapat menjadi aktivis oikoumenis yang menghidupi spiritualitas oikoumenis dalam ruang bersama.

Sharing Wilayah dan Revisi Pedoman POUK
Dalam sesi sharing wilayah (Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi), berbagai isu lokal dan umum mengemuka. Di wilayah Sumatra, misalnya, jumlah POUK menurun karena diambil alih oleh beberapa sinode gereja besar. Para peserta menyampaikan aspirasi dan masukan bagi langkah pelayanan POUK ke depan, termasuk harapan akan sinergi lebih kuat antara POUK dan PGIW, serta penyempurnaan Pedoman POUK agar POUK dapat melangkah lebih terarah dan terpadu.
_1762700179.jpeg)
Dipimpin oleh Pdt. Arliyanus Larosa, Tim Revisi akan segera menyempurnakan Pedoman POUK, di antaranya dengan penambahan sejarah lahirnya POUK, serta bagian tentang eklesiologi dan misiologi POUK pada mukadimah. Revisi ini akan mempertimbangkan masukan-masukan dari POUK dan PGIW, agar POUK tetap menjadi persekutuan oikoumenis yang relevan dan berdampak.
Di akhir seluruh rangkaian Konas, peserta menetapkan PGIW Kalimantan Timur sebagai tuan/nyonya rumah Konas POUK XII tahun 2027.
Berikan Komentar
Alamat email anda tidak akan dipublish, form yang wajib diisi *
Berita & Peristiwa
Konas XI POUK: Menegaskan Jati Diri POUK dalam Relasi dengan Gereja
MAKASSAR, PGI.OR.ID – Sejalan dengan tema Ecclesia Domestica, Konsultasi Nasional (Konas) XI POUK yang berla...
PGI Jajaki Kolaborasi Bersama Sinode GKY bagi Pemberdayaan Masyarakat ...
JAKARTA,PGI.OR.ID-Mewakili PGI, Sekretaris Eksekutif bidang Keadilan dan Perdamaian Pdt. Etika Saragih serta ...
Ecclesia Domestica Menjadi Perhatian dalam Konas XI POUK di Makassar: ...
MAKASSAR, PGI.OR.ID-Dalam rangkaian kegiatan Konsultasi Nasional XI Persekutuan Oikoumene Umat Kristen (POUK) ...

