Dialog Antaragama Vox Point Indonesia 2025. Tegaskan Kepemimpinan Melayani dalam Semangat Toleransi dan Cinta Kasih

JAKARTA,PGI.OR.ID-Aula VIP Masjid Istiqlal Jakarta menjadi saksi kebersamaan lintas iman dalam Dialog Antaragama Vox Point Indonesia 2025 bertema “The Servant Leadership of Pope Francis”. Acara yang diselenggarakan oleh Vox Point Indonesia ini menghadirkan tokoh-tokoh keagamaan nasional untuk merespons keteladanan Paus Fransiskus dalam konteks kepemimpinan yang melayani serta memperkuat semangat persaudaraan antarumat beragama di Indonesia.
Dialog dibuka secara resmi oleh Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA, yang tampil sebagai keynote speaker pertama. Dalam sambutannya, beliau menyoroti pentingnya membangun relasi antariman yang lebih dalam dari sekadar toleransi formal. Mengangkat simbol terowongan bawah tanah yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta, ia menekankan bahwa “terowongan ini tidak sekadar menghubungkan tempat, tetapi menghubungkan umat beragama.”
Menteri juga mengajak untuk merenungkan kembali pendekatan keberagamaan yang terlalu maskulin dan menyerukan perlunya spiritualitas yang lebih lembut dan penuh kasih: “Tuhan begitu feminin, nabi begitu lembut, tapi kenapa umat saling membenci dan menajiskan? What’s wrong with us now?” ujarnya menggugah.
Ia juga menyoroti pentingnya pendidikan cinta di tengah masyarakat. “Kementerian Agama mengajarkan kurikulum cinta. Jangan sampai anak-anak diajari kebencian,” tegasnya. Beliau menutup pernyataannya dengan seruan untuk menjaga lingkungan, karena merusak alam sama dengan merusak kemanusiaan itu sendiri.
Keynote speaker kedua, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC, menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan dialog lintas agama ini. Ia menyoroti sosok Paus Fransiskus sebagai teladan dalam membangun jembatan antarbangsa dan antariman. Menurutnya, Paus Fransiskus menunjukkan bahwa menjadi pemimpin bukan tentang posisi, tetapi tentang pelayanan: “Kepemimpinan Paus Fransiskus menjadi wajah Gereja yang inklusif, yang membuka tangan, bukan mengangkat tembok.” Mgr. Subianto juga mengajak semua umat beriman untuk memperjuangkan keadilan sosial sebagai bentuk konkret dari iman yang hidup.
Sementara itu, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Jacklevyn F. Manuputty, memberikan refleksi mendalam tentang kerendahan hati sebagai bentuk revolusi dalam kepemimpinan. Ia menyebut Paus Fransiskus telah membalik piramida kuasa menjadi perjumpaan yang egaliter.
“Kerendahan hati bukan sekadar tunduk, tapi menundukkan struktur yang menindas,” ujarnya. Dalam konteks Indonesia, ia menegaskan bahwa luka-luka sosial, ekologis, dan identitas harus dijawab dengan kepemimpinan yang empatik. “Pemimpin yang melayani bukan mereka yang bersuara tinggi, tetapi yang tinggi dalam empati,” tambahnya. Ia mengajak gereja menjadi suara bagi yang dibungkam: vox vulnerata, suara yang lahir dari luka.
Dialog ini juga mempertemukan pemimpin-pemimpin agama besar lainnya. Di antaranya Prof. Dr. Philip Kuntjoro Widjaja, Ketua Umum Persatuan Umat Buddha Indonesia, yang menyoroti pentingnya welas asih dalam membangun perdamaian, Budi S. Tanuwibowo, Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), yang menekankan pentingnya nilai keharmonisan dalam ajaran Konghucu sebagai dasar dialog antariman, Prof. Dr. Drs. I Nengah Duija, M.Si, Dirjen Bimas Hindu, yang mengangkat prinsip dharma dan keselarasan alam semesta sebagai dasar kepemimpinan spiritual, serta Romo Agustinus Heri Wibowo, Pr., Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Jakarta serta moderator Vox Point DPD DKI, yang menegaskan bahwa keadilan dan perdamaian hanya dapat dicapai jika umat lintas agama saling merangkul dan bekerja bersama.
Dialog dipandu oleh Dr. Goris Lewoleba, M.Si, Juru Bicara Vox Point Indonesia, yang menjaga dinamika diskusi tetap hangat dan inklusif.
Ketua Vox Point Indonesia, Grace Siahaan Njo, dalam sambutannya menyampaikan bahwa dialog ini merupakan bagian dari komitmen Vox Point untuk memperkuat persaudaraan kebangsaan dan menumbuhkan solidaritas lintas iman di tengah tantangan zaman. “Kami percaya bahwa Indonesia hanya bisa maju jika kita saling mengenal, saling menghormati, dan saling melayani,” ungkapnya.
Penutup: Semangat Bersama Menenun Indonesia Damai
Dialog Antaragama Vox Point Indonesia 2025 bukan sekadar forum diskusi, melainkan cermin nyata bahwa Indonesia memiliki kekuatan besar dalam keberagaman. Di tengah perbedaan iman, para tokoh agama sepakat bahwa kepemimpinan yang melayani, seperti yang diteladankan oleh Paus Fransiskus, adalah jalan menuju masa depan yang damai, adil, dan manusiawi. Dari Aula Masjid Istiqlal, pesan perdamaian dan cinta kasih kembali dikumandangkan, menegaskan bahwa dalam kebhinnekaan, kita tetap satu dalam semangat kemanusiaan.