PGI Jajaki Kerja Sama dengan Kemenham Menyikapi Persoalan HAM

JAKARTA,PGI.OR.ID-Sekretaris Eksekutif bidang Keadilan dan Perdamaian (KP) PGI Pdt. Etika Saragih, Kabiro Litbang PGI Alfian R. Komimbin, dan Ridayani Damanik dari Biro Keluarga dan Anak PGI, melakukan audiensi dengan Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (Wamenham) RI, Mugiyanto Sipin, di ruang kerjanya, pada Rabu (19/6/2025).
Audiensi dilakukan dalam rangka menjajaki kerja sama menyikapi berbagai persoalan HAM yang masih menjadi tantangan di tengah bangsa Indonesia.
Pada kesempatan itu, Pdt. Etika Saragih menyampaikan kekhawatiran PGI atas sejumlah persoalan pelanggaran HAM, salahsatunya apa yang terjadi di Riau.
“Dalam kegiatan gereja di Nias, kami mendapat kabar banyak warga Nias bekerja di perusahaan kelapa sawit dan hutan tanaman industri di Riau, tapi diperlakukan sangat tidak manusiawi. Mereka tidak memiliki tempat tinggal yang layak, sarana air bersih, bahkan anak-anaknya tidak memiliki akses pendidikan. Ini sangat mengkhawatirkan sekali,” tandasnya.
Selain itu, mereka tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sehingga sulit mengakses pelayanan publik. Kasus lain yaitu perundungan atas nama agama kepada seorang anak yang mengakibatkan meninggal dunia.
“Meski tidak memiliki departemen khusus menangani HAM, tetapi program-program PGI selalu bersentuhan dengan HAM, maka kami berharap bisa bekerjasama dengan Kemenham,” ujar Pdt. Etika Saragih.
Hal senada juga disampaikan Ridayani Damanik. Ia secara khusus menyoroti kasus perundungan anak. “Terkait kasus ini, mendorong bagaimana penerapan sekolah yang ramah anak, karena PGI sendiri punya program Gereja Ramah Anak. Penting juga diperhatikan adanya otonomi daerah yang menciptakan undang-undang yang diskriminatif, termasuk di dunia pendidikan. Kasus perundungan itu juga salah satu contoh kasus akibat adanya perudangan yang diskriminatif,” tegasnya.
Sementara itu, Alfian, menyoroti pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat adat dengan adanya pertambangan, yang terjadi di sejumlah daerah, seperti Sumatera Utara, dan Papua, termasuk kasus pelarangan beribadah. Selain itu, apa yang dialami oleh para perempuan di NTT.
“Kisah para perempuan di NTT yang dimuat dalam buku Memori Terlarang Para Perempuan, bagaimana mengisahkan pelanggaran HAM yang dialami mereka pada tahun 1965 tapi tidak terangkat ke publik,” jelasnya.
Ia pun berharap adanya mekanisme kerja yang konkrit antara PGI dengan Kemenham menyikapi persoalan-persoalan HAM. “Selain dengan MoU mungkin juga ada call center bersama sehingga kita bisa melihat dan merespon dengan cepat, termasuk pernyataan sikap yang bisa inline diantara kedua lembaga,” katanya.
Wamenham Mugiyanto Sipin menyampaikan apresiasi atas seluruh infoermasi dan masukan yang telah disampaikan. Menurutnya, sesuai dengan mandat yang diberikan oleh Presiden Prabowo, fungsi Kemenham adalah untuk melakukan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang instrumen, penguatan, pelayanan, dan kepatuhan hak asasi manusia.
“Itu yang dimandatkan kepada kami. Maka jika perlu penadantanganan MoU terkait perwujudan HAM kami sangat senang hati, dengan lembaga lain juga sudah dilakukan. Jika visible kita bisa kerjakan,” ujarnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, saat ini Kemenham dalam upaya untuk memperkuat narasi-narasi pemenuhan HAM dan memastikan semua hak dasar terpenuhi.
“Kami sedang memastikan program penguatan dan kepatuhan akan HAM kepada masyarakat sipil, termasuk pegawai dan pengusaha, targetnya 250 ribu untuk tahun ini. Makanya kami sangat tertarik dan akan menjadi perhatian apa yang terjadi di Riau, sebab pengusaha harus memiliki respect of human right,” tandas Wamenham yang didampingi antara lain Plt. Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM Kemenham Aditya Sarsito Sukarsono, serta Staf Ahli Kemenham Prof. Dr. Rumadi Ahmad.
Dalam audiensi tersebut, direncanakan pada bulan Juli ini akan dilakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Kemenham dengan PGI.