PGI Mendorong Gereja-gereja Berperan Aktif dalam Mewujudkan Perdamaian, Keadilan, dan Keutuhan Ciptaan melalui Spiritualitas Pariwisata

BALI, PGI.OR.ID-Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) melaksanakan kegiatan Lokakarya Teologi Pariwisata Berperspektif Trinitarian: Upaya Gereja Mewujudkan Perdamaian, Keadilan, dan Keutuhan Ciptaan, yang berlangsung pada 23–26 Oktober 2025 di Kantor Sinode Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB). Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama PGI, United Evangelical Mission (UEM), dan Sinode GKPB sebagai tuan/nyonya rumah.

Pembukaan dengan Tata Liturgi Kontekstual

Kegiatan dibuka dengan tarian Pendet, simbol keramahtamahan dan penyambutan suci dalam tradisi Bali. Ibadah pembukaan dipimpin oleh Pdt. Dr. Ni Luh Suartini, M.Th., Kepala Departemen Pembinaan Warga Gereja GKPB, dengan dasar refleksi dari Kejadian 2:15, Mikha 6:8, dan Matius 5:16.

Dalam khotbahnya, Pdt. Suartini menegaskan, “Pariwisata bukan semata-mata urusan ekonomi, melainkan bagian dari panggilan gereja untuk hadir dan bersuara dalam pelayanan, terutama di tengah krisis ekologis dan ketegangan sosial yang ditimbulkan oleh pariwisata.”
Ia menyoroti nilai-nilai Tri Hita Karana - Parahyangan (relasi dengan Tuhan), Pawongan (relasi dengan sesama), dan Palemahan (relasi dengan alam) - sebagai kearifan lokal yang sejalan dengan spiritualitas iman Kristen yang menekankan harmoni ilahi, sosial, dan ekologis dalam persekutuan Trinitarian.

Refleksi teologis ini turut diperkaya dengan pentas drama kontekstual oleh Sanggar Seni Divia Pradana Bhakti milik Sinode GKPB. Drama tersebut menampilkan dinamika keseharian masyarakat Bali dalam perjumpaan dengan wisatawan dari berbagai bangsa, sebagai ekspresi artistik yang menggambarkan pertemuan budaya, solidaritas kemanusiaan, dan tanggung jawab ekologis.

Refleksi Kontekstual dan Panggilan Gereja

Dalam sambutannya, Putu Hans, Bendahara Umum GKPB, menyambut para peserta dengan sukacita dan menyinggung peristiwa banjir besar yang baru saja melanda Bali. Ia menilai bencana tersebut sebagai peringatan ekologis yang terkait dengan pembangunan pariwisata yang tidak berwawasan lingkungan. “Pariwisata harus dikembangkan dengan kesadaran ekologis dan keadilan sosial, bukan semata demi keuntungan ekonomi. Gereja harus menjadi suara kenabian yang menuntun arah pembangunan pariwisata yang berkeadilan bagi bumi dan manusia,” ujarnya. Sementara Ketua Sinode GKPB, Bishop Si Bagus Herman Suryadi, M.Th. menyapa para peserta secara virtual oleh karena sedang menjalankan tugas di Korea Selatan. 

Selanjutnya, Pdt. Darwin Darmawan, Sekretaris Umum PGI, menyampaikan sambutan sekaligus secara resmi membuka lokakarya. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya PGI untuk mewujudkan tiga pilar kemandirian gereja, yaitu kemandirian teologi, daya, dan dana. Ia menggambarkan Bali sebagai gereja dengan “kue oikoumenis” yang dapat menjadi sangat signifikan untuk program “berbagi roti” bagi gereja-gereja anggota PGI di seluruh Indonesia. Pdt. Darwin menekankan bahwa pariwisata tidak boleh dipahami sebagai kegiatan sekuler yang terpisah dari iman, melainkan sebagai ruang berteologi yang memampukan gereja untuk membangun perdamaian, keadilan, dan keutuhan ciptaan. Ia mengidentifikasi tiga tipologi gereja dalam relasi dengan dunia pariwisata: 1. Gereja yang belum menyadari potensi teologis pariwisata. 2. Gereja yang sudah menyadari, tetapi belum mengetahui cara mengembangkan, dan 3. Gereja yang sudah sadar dan tahu cara mengembangkan, tetapi belum berakar pada spiritualitas ekologis dan keugaharian.

Sebagai simbol pembukaan kegiatan, Anggota MPH PGI, Pdt. I Made Budiarsa, memukul Kukul, alat musik tradisional khas Bali yang digunakan untuk menandai momen sakral dan memanggil umat berkumpul. Tindakan simbolik ini melambangkan panggilan bersama gereja untuk “membangunkan kesadaran baru” dalam berteologi dari konteks pariwisata dan ekologi.

Menuju Teologi Pariwisata yang Berperspektif Trinitarian

Dalam pengantar tematiknya, Pdt. Muliathy Briany, Sekretaris Eksekutif PGI Bidang Keesaan dan Pembaruan Gereja (KPG), menyoroti pentingnya pengembangan teologi pariwisata yang berakar pada perspektif Trinitarian - suatu pendekatan yang mengintegrasikan dimensi misi, etika sosial, dan tanggung jawab ekologis. Ia menekankan bahwa berbagai wilayah pelayanan gereja di Indonesia memiliki potensi wisata yang besar, namun juga menghadapi kompleksitas persoalan sosial-ekonomi dan degradasi lingkungan. “Berteologi dari konteks pariwisata berarti menghadirkan Injil dalam ruang-ruang perjumpaan manusia, budaya, dan alam. Gereja dipanggil untuk menghidupi spiritualitas yang mentransformasikan pariwisata menjadi peziarahan menuju keadilan dan perdamaian,” ungkapnya.

Lokakarya ini dirancang dengan pendekatan multidisipliner, menggabungkan paparan para teolog dan ahli ilmu pariwisata, refleksi kontekstual melalui sharing para peserta, serta dialog lintas sinode, guna memperdalam pemahaman teologis sekaligus merumuskan arah praksis yang kontekstual dan berkelanjutan.

Lokakarya ini diikuti oleh perwakilan dari berbagai sinode anggota PGI, antara lain GKJW, HKBP, GKI, GKI Tanah Papua, GKPS, dan GKPB, serta PGIW Jawa Timur dan PGIW Sumatera Utara. Sedangkan tim PGI dipimpin langsung oleh Sekretaris Umum PGI, Pdt. Darwin Darmawan, bersama Sekretaris Eksekutif Bidang KPG Pdt. Muliathy, Asisten SE KPG Debby S. Manalu, dan Kabiro Litbang.

Melalui kegiatan ini, PGI menegaskan komitmennya untuk memperkuat refleksi teologis dan praksis gereja dalam konteks pariwisata yang berkeadilan dan berkelanjutan. Gereja-gereja diharapkan mampu mengembangkan model pelayanan yang menumbuhkan spiritualitas ekologis, solidaritas sosial, dan kesadaran misi yang berakar pada iman Trinitarian, demi terwujudnya perdamaian, keadilan, dan keutuhan ciptaan.