UEM dan STFT Jakarta Menelisik Kehadiran Kecerdasan Buatan

JAKARTA,PGI.OD.ID-Kehadiran kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) telah menjadi tantangan global yang perlu disikapi dengan bijak, karena kehadirannya selain berdampak positif tetapi juga negatif bagi kehidupan.
Merespon hal tersebut, Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta, bekerjasama dengan United Evangelical Mission (UEM) menggelar Kuliah Umum bertajuk Artificial Intelligence: A Postmodern Educational Tool? Scientific, Theological, Ethical, and Culture Reflections? di Aula STFT Jakarta, pada Rabu (7/5/2025).
Tiga narasumber dihadirkan untuk mengulik AI, Prof. Dr. Binsar. J. Pakpahan (Ketua STFT Jakarta), Prof. Dr. Leepo Modise (Universiteit van Suid-Africa), dan Prof. Dr. Hanna Roose (Ruhr-Universitat Bochum).
Sekretaris Umum PGI, Pdt. Dr. Darwin Darmawan dalam sambutannya, mengungkapkan bahwa PGI mengidentifikasi 6 krisis yang membutuhkan keterlibatan teologis dan praktis yang mendesak, salah satunya adalah krisis AI.
“Kemajuan kecerdasan buatan membawa banyak peluang, tetapi juga berbagai dilema etis yang membutuhkan eksplorasi teologis yang kritis. Oleh karena itu, pendidikan teologi seharusnya bersifat relevan dan responsif,” ujarnya.
Meski menyoroti AI dalam konteks masing-masing, ketiganya menggarisbawahi bahwa AI memang menjadi tantangan bersama yang perlu mendapat perhatian karena merambah ke seluruh aspek kehidupan.
“AI tidak bisa mengganti manusia karena manusia memiliki kebebasan untuk memilih apa yang tidak ditetapkan penciptanya. Seperti dalam bidang ilmu lain yang memerlukan refleksi, AI hanya bisa menjelaskan teologi dari set data yang diberikan kepadanya, tidak bisa melakukan lompatan rasio dalam teologi,” ujar Prof. Binsar. J. Pakpahan.
Sedangkan Prof. Dr. Leepo Modise menegaskan, meskipun AI menimbulkan pro-kontra namun seharusnya tidak menjadi akhir dari proses belajar. Senada dengan itu, Prof. Dr. Hanna Roose menegaskan bahwa AI tetap bisa dimanfaatkan namun buatlah prosesnya terlihat.
Ditemui usai acara, Sekretaris Eksekutif UEM untuk Asia, Dr. Dyah Krismawati berharap melalui kegiatan ini gereja-gereja, baik yang bergabung dengan UEM, yang banyak memiliki institusi, termasuk institusi pendidikan, punya pemahaman bersama terkait kehadiran AI, dan dapat memanfaatkan, serta meresponnya dengan baik.
“Kami berharap ada pemahaman bersama terkait AI, dan harapan lain adalah gereja-gereja dapat berkolaborasi untuk menyuarakan concern-concern kita, termasuk lembaga-lembaga pendidikan, bagaimana kita menyikapi AI ini,” pungkasnya.