Toleransi Bergema di Ngoro, Jombang
JOMBANG,PGI.OR.ID – Jombang Jawa Timur dikenal sebagai kota santri. Hampir setiap desa di Jombang memiliki pesantren, beberapa di antaranya pesantren besar, seperti Pesantren Tebuireng dan Pesantren Rejoso. Di tengah banyak pesantren di Jombang, terselip sebuah gereja tua di Kecamatan Ngoro, yakni GKJW Ngoro. Menurut Pendeta Yuedi Kumariyanto yang melayani di Gereja tersebut, cikal bakal GKJW Ngoro telah ada pada 1843.
Berawal dari kehadiran Coenraad Laurens Coolen pada 1835 untuk membuka lahan pertanian. Keakraban Coolen dengan penduduk lokal, menarik perhatian beberapa orang untuk berguru kepada Coohen. Kemudian, Kehadiran zending di Mojowarno, mendorong sebagian orang yang berguru pada Coohen, pergi ke Surabaya untuk baptis pada 12 Desember 1843. Oleh karena itu, di GKJW Ngoro terdapat Tugu Baptis, sebagai pengingat baptisan beberapa orang jemaat cikal bakal GKJW. Gedung Gereja yang digunakan ibadah sampai saat ini, dimulai pembangunannya pada 2 Agustus 1904.
Keberadaan Gereja tua di tengah banyak pesantren ini menandakan adanya tradisi toleransi, kerukunan dan kebersamaan di Jombang. Pendeta Yuedi menyampaikan bahwa kerukunan di Jombang khususnya di Ngoro adalah kerukunan yang sudah ada dan dihidupi masyarakat sejak lama.
“Masyarakat Ngoro yang lahir dan besar di Ngoro sudah terbiasa hidup dalam keberagaman.” Dicontohkannya, kerukunan dan kebersamaan terlihat misalnya Ketika hari raya setiap agama warga saling kunjung. Ada pula siaran radio “Suara Bersama” di mana masing- masing agama atau kepercayaan diberi kesempatan untuk siaran dalam ruang pembinaan untuk umat. Pendeta Yuedi menambahkan ada juga paguyuban masyarakat Ngoro, yang dibentuk atas kehendak masyarakat untuk merawat hidup dalam kebersamaan ini.
Setiap bulan, anggota paguyuban yang terdiri dari lintas iman, lintas suku, lintas budaya dan lintas sosial ini ngopi bareng untuk berdiskusi dan menggalang berbagai gal untuk merawat toleransi dan kebersamaan. Kebersamaan dan kerukunan juga terlihat jelas pada kehidupan masyarakat di Ngepeh salah satu desa di Kecamatan Ngoro. Warga Ngepeh yang beragama Islam, Kristen dan Hindu hidup berdampingan dengan akrab.
Kerukunan yang tampak tak hanya dari keberadaan Masjid, Gereja dan Pura yang berjarak sekitar 100 meter saja, tetapi juga dalam keseharian. “Warga melakukan dialog kehidupan dan dialog karya” kata Pendeta Yuedi mengutip istilah seorang Romo untuk menggambarkan kerukunan di Ngepeh.
Warga merawat toleransi, kerukunan dan kebersamaan dalam karya dan laku kesehariannya, misalnya Warga non Muslim menyumbang konsumsi pengajian. Sebaliknya, saat Natal, warga Muslim ikut menggamankan Gereja. Setiap Warga juga tak merasa risih ketika warga lain sedang menjalankan ibadahnya masing-masing.
Demikian juga dalam lokasi pemakaman. Makam warga Muslim, Kristen dan Hindu berada di satu lokasi dan warga secara bergantian merawat makam tersebut. Pendeta Yueri menyampaikan bahwa hidup harmonis atau hidup kekerabatan yang kuat adalah sebuah kearifan lokal yang dipegang teguh oleh masyarakat Ngoro. “Masyarakat Ngoro adalah masyarakat yang kental dengan hidup bersaudara, walaupun tidak ada hubungan darah” tambahnya.
Pandemi dan bencana alam yang melanda tak mengurangi geliat warga untuk merawat kerukunan. Pendeta Yuedi menceritakan, “Di masa pandemi ini yang bisa dan sudah kami lakukan bersama pemerintah desa, dan kecamatan, melakukan sosialisasi untuk mentaati protokol kesehatan, dan ketika ada yang positif, bersama aparat desa membantu mereka dengan mengirim makanan selama isolasi.”
Ia menambahkan gereja-gereja, NU dan organisasi kemasyarakatan melaksanakan aksi sosial membantu korban banjir di Kedungmulyo, Jombang.
Toleransi, Kerukunan dan Kebersaman yang sudah terjalin lama, memang perlu untuk terus dirawat dengan laku keseharian, seperti yang masyarakat Ngoro, Jombang contohkan. “Karena hanya dengan demikian, maka toleransi, kerukunan dan kebersamaan akan lestari,” tandasnya.
Artikel ini ditulis bekerjasama dengan PUSAD Paramadina dan didukung GUYUB – UNDP
Pewarta: Agung Nugroho dari berbagai sumber