Semiloka Teologi dan Penjemaatan DKG. Bekali Gereja-gereja di Sulawesi Mengurai Polycrisis

SULUT,PGI.OR.ID-Semiloka Teologi dan Penjemaatan Dokumen Keesaan Gereja (DKG), yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan jelang perayaan HUT ke-75 PGI, dengan tuan dan puan rumah SAG SULTENG, dilaksanakan di Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Jemaat Riedel Wawalintouan, Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara, pada Selasa (8/4/2025).
Selain memfasilitasi gereja-gereja di wilayah Sulawesi mendalami DKG PGI 2024-2029, semiloka bertujuan memfasilitasi gereja-gereja untuk mengkaji secara teologis berbagai krisis dan berupaya menemukan penanggulangan terhadap berbagai krisis, mendorong gereja-gereja menjemaatkan DKG (khususnya PBIK, PPTB, dan KKG) dalam tema-tema ibadah dan pembinaan warga gereja, serta mendorong lembaga pendidikan tinggi teologi untuk memasukan DKG ke dalam kurikulum.
Semiloka menghadirkan sejumlah pembicara untuk membahas dan mendalami tema utama perayaan HUT PGI yaitu Kesatuan Tubuh Kristus yang Tangguh dan Relevan, dengan penajaman terhadap isu-isu aktual terkait dengan berbagai krisis. Penajaman dan pendalaman isu-isu ini didasarkan pada pemetaan potensi dan kerentanan berbagai wilayah di Indonesia.
Mengawali semiloka, Wakil Sekretaris Umum PGI, Pdt. Lenta Enni Simbolon mereview DKG 2024-2029 yang berisi lima dokumen yaitu Pernyataan Iman Gereja-gereja Anggota PGI, Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK), Pokok-pokok Panggilan Tugas Bersama (PPTB), Komitmen Keesaan Gereja-gereja (KKG), dan Tata Dasar dan Tata Rumah Tangga PGI.
Dilanjut paparan Prof. Joas Adiprasetya, Th. D yang mengulik PBIK dalam Pembangunan Kehidupan Bergereja dan Berjemaat. Guru Besar Teologi STFT Jakarta yang juga Tim Perumus DKG ini menjelaskan, bahwa berbeda dari DKG sebelumnya, kali ini PBIK mendahului PPTB, karena pemahaman bahwa PBIK melandasi panggilan dan tugas-tugas gereja Indonesia, sebagaimana tertuang dalam PTPB.
Tema dasar PBIK, lanjutnya, yaitu “Gereja-gereja di Indonesia menghidupi keesaan melalui partisipasi ke dalam persekutuan dan misi Allah Trinitas yang berkarya di tengah perjalanan dan pergumulan Bangsa Indonesia.”
Lebih jauh dijelaskan, PBIK merangkum pemahaman bersama iman Kristen dari gereja-gereja anggota PGI, yang dimaksudkan menjadi landasan doktrinal dan motivasi teologis dalam menjalani panggilan dan tugas Gereja dalam konteks yang terus berubah. Gereja-gereja anggota PGI diajak untuk mempelajari PBIK, melalui studi kritis di lembaga-lembaga pendidikan dan pengembangan teologi Kristen, dan dalam pelayanan serta pembinaan warga Gereja. Diakhiri dengan sebuah doksologi bagi Allah Trinitas.
Pembicara lain, Prof. Dr. dr. Vennetia R. Danes, M. Sc., Ph. D, menyoroti Permasalahan Kesehatan Mental Anak dalam Bingkai Pendidikan Intergenerasi. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNSRAT Manado ini mengungkapkan bahwa masalah spesifik kesehatan mental pada anak antara lain gangguan kecemasan, depresi, gangguan Hiperaktivitas dan Defisit Perhatian (ADHD), trauma dan Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD), serta Autisme Spektrum (ASD) dan masalah kesehatan mental yang menyertai.
Vennetia R. Danes melihat, pendidikan intergenerasi menjadi solusi di tengah persoalan tersebut, karena dapat membangun hubungan bermakna: memberikan rasa aman dan cinta. Mentor Emosional: membantu anak menghadapi tantangan emosional., dan pembelajaran nilai: Mengajarkan kesabaran, empati, dan ketahanan.
Dia menambahkan, implementasi pendidikan intergenerasi dalam komunitas Gereja dapat dilakukan melalui kelompok belajar Alkitab intergenerasi, mentoring dan pendampingan, kegiatan Sosial dan pelayanan bersama, program seni dan kreativitas, kebaktian dan ibadah khusus intergenerasi, program kesehatan mental dan konseling, sistem ‘Sahabat Gereja‘ serta pengembangan kebijakan intergenerasi.
Sedangkan Pdt. Dr. Adolf K. Wenas, M. Th dalam paparannya bertajuk Ecclesia Domestica Merespons Krisis Keluarga, berpendapat kesulitan utama bagi orang tua dalam membangun komunikasi intergenerasi disebabkan karena anak menghabiskan banyak waktu dengan Gadget (85,2%), anak tidak terbuka pada orang tua (59%), kesulitan orang tua dalam pendekatan komunikasi dengan anak untuk membentuk iman anak (45,7%), orang tua merasa kurang pengetahuan dalam memahami anak dalam pertumbuhan iman anak (28,4%), orang tua tidak mempunyai waktu untuk mendidik dan mendampingi anak dalam pertumbuhan iman (25,9%), dan anak tidak tertarik membaca Alkitab dan berdoa (24.7%).
Wakil Ketua BPMS GMIM Bid. Misi dan Hubungan Kerjasama ini melihat, Gereja Rumah Tangga (Ecclesia Domestica) menjadi sangat penting. Sebab Ecclesia Domestica antara lain menekankan identitas keluarga Kristiani sebagai persekutuan Gereja, keluarga Kristen disebut Ecclesia Domestica karena keluarga menampilkan dan menghayati arti komunal Gereja sebagai keluarga Allah baik dalam bentuk Persekutuan (Koinonia), Kesaksian (Marturia) serta Pelayanan (Diakonia).
Pembicara terakhir, Pdt. Irene Ludji, M.A-R., Ph. D menyoroti respon teologis disrupsi AI dengan perspektif “Tanggung jawab Etis-Teologis Gereja-Gereja Menurut PPTB PGI 2024-2029 dalam Penggunaan Artificial Intelligence”. Menurut Wakil Dekan Fakultas Teologi UKSW ini, langkah-langkah praktis bagi Gereja dalam merespons disrupsi AI antara lain, melakukan impact assessment dan readiness assessment di gereja masing-masing, dan mendiskusikan cakupan dan regulasi penggunaan AI di gereja masing-masing.
Selain itu, melahirkan program inisiatif seperti: Pemilihan Putra-Putri Melek AI di gereja masing-masing untuk literasi AI, serta ikut serta dalam jejaring oikoumenis digital (cyber ecumenism) yang fokus pada pemanfaatan teknologi digital dalam mengembangkan hubungan-hubungan oikoumenis secara online, yang diinisiasi oleh PGI melalui DKG 2024-2029.
Peserta semiloka memberi respon yang luar biasa setelah mendengar paparan dari para pembicara. Hal ini ditandai dengan banyaknya pertanyaan dan komentar yang dilontarkan di setiap sesi tanyajawab.
Pewarta: Markus Saragih