Refleksi Makna Perjuangan Kartini dalam Terang Perayaan Paskah 2025: Kiprah Perempuan Gereja di Tengah Tantangan Zaman

JAKARTA,PGI.OR.ID-Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai penghormatan atas jasa-jasa Raden Ajeng Kartini yang telah membuka jalan bagi emansipasi perempuan. Namun, peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan atau nostalgia sejarah. Di balik sosok Kartini tersimpan semangat pembebasan yang relevan sepanjang masa—sebuah api perubahan yang terus menyala hingga kini.
Kartini hidup di tengah kungkungan tradisi feodal Jawa pada akhir abad ke-19. Ia merasakan sendiri betapa beratnya beban budaya patriarki yang membatasi ruang gerak kaum perempuan. Namun alih-alih menyerah pada nasib, ia memilih untuk melawan keterbatasan itu melalui pendidikan dan pena. Surat-suratnya kepada sahabat-sahabat Belanda menjadi saksi kegelisahan sekaligus harapan besar akan masa depan kaum perempuan Nusantara: “Habis gelap terbitlah terang.” Bagi Kartini, pendidikan adalah kunci utama pembebasan; ia percaya bahwa ketika seorang perempuan cerdas dan berdaya maka seluruh masyarakat pun akan terangkat derajatnya.
Tahun 2025 ini, perayaan Hari Kartini ada dalam suasana perayaan Paskah yang baru kita rayakan kemarin (20 April 2025). Peringatan Paskah tahun ini oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengangkat tema “Damai Sejahtera Kristus di Tengah Keluarga.” Tema ini sangat relevan jika kita hubungkan dengan perjuangan Kartini serta situasi keluarga dan masyarakat Indonesia masa kini. Jika kita kaji, paskah adalah puncak iman Kristiani: Yesus Kristus bangkit dari kematian setelah melewati penderitaan salib demi menebus dosa manusia. Kebangkitan-Nya membawa pesan universal tentang harapan baru setelah kegelapan; tentang kemenangan kasih atas kebencian; tentang keberanian untuk melampaui batas-batas lama menuju kehidupan baru yang penuh makna.
Sementara ketika kita bicara tentang Damai Sejahtera, ini bukan hanya sebuah kondisi tanpa konflik; melainkan buah dari kehadiran kasih Kristus yang membaharui hati manusia sehingga mampu menciptakan harmoni dalam keluarga—unit terkecil sekaligus fondasi utama bangsa. Sehingga dapat dikatakan tema Paskah PGI “Damai Sejahtera Kristus di Tengah Keluarga” mengingatkan kita bahwa kebangkitan Kristus membawa harapan dan kasih yang membaharui hati manusia untuk menciptakan harmoni keluarga sebagai fondasi utama bangsa, sejalan dengan semangat perjuangan Kartini dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Jika kita renungkan lebih jauh, ada benang merah antara semangat emansipasi ala Kartini dengan pesan kebangkitan Paskah:
- Keduanya berbicara soal pembebasan, Kartini bicara soal pembebasan dari belenggu sosial budaya; Sementara Yesus berbicara pembebasan dari belenggu dosa.
- Keduanya mengajarkan harapan, bahwa selalu ada cahaya di ujung lorong gelap kehidupan.
- Keduanya menuntut keberanian, untuk berdiri teguh menghadapi tantangan zaman demi tujuan mulia.
Dalam konteks Indonesia saat ini, tantangan bagi kaum perempuan memang telah berubah bentuk namun belum sepenuhnya sirna. Kekerasan berbasis gender masih marak terjadi; bahkan dalam konteks keluarga, kekerasan domestik masih terjadi terhadap Perempuan dan anak, tekanan ekonomi dalam keluarga berdampak pada tingginya pekerja migran yang rentan terhadap kekerasan dan TPPO, diskriminasi terhadap hak-hak dasar seperti pendidikan atau pekerjaan masih dijumpai di berbagai pelosok negeri; bahkan di era digital pun muncul ancaman baru berupa kekerasan daring (cyber violence) terhadap perempuan muda maupun ibu rumah tangga, termasuk disintegrasi nilai moral akibat arus globalisasi teknologi digital tanpa filter positif memadai, yang menyebabkan keluarga terpecah belah. Padahal kita tahu bersama bahwa keluarga merupakan tempat pertama kali seseorang belajar tentang kasih, pengorbanan, pengertian, serta tanggung jawab bersama.
Dalam konteks inilah damai sejahtera Kristus harus hadir nyata melalui peran perempuan sebagai sumber kekuatan rohani yang mendorong setiap anggota keluarga saling menghargai, membuka komunikasi yang bijaksana untuk menyelesaikan konflik, serta menguatkan ikatan cinta kasih meski berbeda karakter atau latar belakang; sekaligus memanfaatkan peluang besar masa kini seperti meningkatnya kesadaran akan kesetaraan gender, tumbuh suburnya komunitas pemberdayaan, dan kemudahan akses teknologi untuk memperluas jejaring sosial lintas wilayah dan agama demi membangun keluarga dan masyarakat yang harmonis serta berdaya.
Di sinilah panggilan khusus bagi para perempuan gereja menjadi sangat penting dan strategis! Sebagai bagian dari tubuh Kristus sekaligus warga negara Indonesia kita dipanggil bukan hanya untuk menikmati hasil perjuangan para pendahulu tetapi juga meneruskannya secara kreatif sesuai kebutuhan zaman sekarang:
1) Berdiri Teguh Dalam Iman & Integritas
Perempuan gereja harus menjadi teladan iman sejati: setia pada nilai-nilai Injil namun tetap terbuka terhadap dinamika masyarakat modern tanpa kehilangan jati diri Kristen-nya. Mereka harus berani berkata “tidak” pada segala bentuk kompromi moral ataupun ketidakadilan sosial meski itu berarti harus berjalan melawan arus mayoritas.
2) Aktif Memberdayakan Diri & Sesama
Mengikuti jejak langkah R.A.Kartini berarti terus belajar sepanjang hayat (lifelong learning), meningkatkan kapasitas diri baik lewat pendidikan formal maupun non-formal agar mampu bersaing secara sehat di dunia kerja ataupun pelayanan gerejawi/masyarakat luas.
Perempuan gereja juga perlu aktif mendampingi sesama perempuan/generasi muda agar tidak mudah putus asa menghadapi tekanan hidup modern seperti krisis ekonomi keluarga atau godaan gaya hidup konsumtif/media sosial negatif.
3) Menjadi Agen Transformasi Sosial
Perempuan gereja hendaknya terlibat nyata dalam pelayanan sosial kemasyarakatan: advokasi anti-kekerasan terhadap anak/perempuan; mendukung program pemberdayaan ekonomi keluarga miskin/terpinggirkan; ikut serta membangun dialog lintas agama/budaya demi perdamaian bangsa sebagaimana diajarkan oleh Yesus sendiri (“Berbahagialah orang yang membawa damai…”).
4) Menghidupi Kasih Kristus Dalam Tindakan Nyata
Puncak semua kiprah tersebut adalah menghidupi kasih Allah secara konkret setiap hari—baik kepada keluarga sendiri maupun lingkungan sekitar tanpa memandang suku/agama/status ekonomi. Kasih inilah sumber kekuatan sejati untuk bertahan sekaligus berkarya meski kadang hasil jerih payah belum langsung tampak nyata (“Kasih tidak pernah gagal…” 1~Korintus~13:8).
5) Berani Bersuara Demi Keadilan & Kebenaran
Sebagaimana Yesus tak gentar bersuara menentang ketidakadilan religius-politik zamannya begitu pula para perempuan Kristen dipanggil menyuarakan keprihatinan atas pelbagai penindasan struktural/kultural dewasa ini baik lewat media massa/literatur/panggung diskusi publik bahkan bila perlu turun langsung ke lapangan aksi damai bersama elemen masyarakat lain (“Hendaklah kamu kuat berdiri teguh! Lakukanlah segala sesuatu itu dengan kasih.” 1 Korintus 16:13–14).
Hari Kartini tahun ini berpadu indah dengan suasana Paskah sebagai momentum reflektif sekaligus inspiratif bagi seluruh umat Kristen khususnya para perempuan gereja agar terus menyalakan api perubahan positif dimulai dari lingkup terkecil hingga ranah nasional/global —dengan tetap berpijak kokoh pada nilai-nilai iman Injili serta warisan luhur R.A.Kartini : “Habis gelap terbitlah terang” , dari keterbatasan menuju kebangkitan penuh makna!
Selamat Hari Kartini & Selamat Merayakan Kebangkitan!
Tuhan memberkati setiap langkah juangmu, Langkah juangku, Langkah juang kita bersama.
Biro Perempuan PGI