PGI dalam Konferensi Internasional Agama, Perdamaian, dan Peradaban
JAKARTA,PGI.OR.ID-Persoalan geopolitik dan beragam krisis secara global telah mendorong banyak pihak untuk mencari alternatif-alternatif solusi dari beragam sektor. Dalam hal ini agama dianggap memiliki peran strategis sebagai pedoman dalam membangun perdamaian dan keadilan, serta kesejahteraan bagi masyarakat banyak. Oleh karenanya Majelis Ulama Indonesia menginisiasi kegiatan konferensi internasional tentang agama, perdamaian dan peradaban, di Hotel Sultan, Jakarta, pada 21-23 Mei 2023.
Pada kesempatan itu, Sekretaris Eksekutif Bidang KKC PGI, Pdt. Jimmy Sormin, sebagai salah seorang rarasumber mewakili PGI, menekankan bahwa nilai-nilai moralitas yang dimiliki agama dan komunitasnya dapat menjadi solusi terhadap masalah-masalah global yang diakibatkan krisis moral.
Menurutnya, masalah krisis ekologis, peperangan, ketimpangan ekonomi, dan beragam masalah yang merebak, diawali dengan kerakusan. Keinginan untuk menguasai sebesar-besarnya, sebanyak-banyaknya, seuntung-untungnya, untuk pribadi maupun kelompoknya, telah menjadi awal dari krisis moral secara global.
“Memang dunia telah mengalami progress ke arah konvergensi, yang ditandai dengan semakin meningkatnya harapan hidup, setelah ditemuinya beragam obat atau penanganan terhadap beragam penyakit, serta berkurangnya peperangan yang menimbulkan banyak kematian. Namun demikian krisis moral memang tetap menjadi pekerjaan rumah, bahkan semakin serius. Korupsi di mana-mana, eksploitasi terhadap alam dan sumberdaya, dan masih banyak contoh lain. Di sinilah peran agama sangat dibutuhkan, karena kaitannya dengan moralitas,” tegas Pdt. Jimmy.
Dia juga menyampaikan bahwa dengan tantangan digitalisasi di era revolusi 4.0. ini telah menuntut tokoh-tokoh agama untuk juga dapat beradaptasi dengannya. Hal ini dimaksudkan agar agama dan nilai-nilainya terus relevan dengan perkembangan zaman.
“Pasalnya, generasi milenial dan Z, sebagaimana temuan riset PGI dan ICRS, lebih banyak belajar agama atau nilai-nilai kehidupan dari orang-orang sebayanya, atau micro-pendeta atau micro-ustadz yang lebih banyak menggunakan media sosial. Sekalipun kualitas pemahaman keagamaannya mungkin belum mendalam, dan bisa jadi menyesatkan oleh karena memprovokasi hal-hal negatif. Apalagi tokoh-tokoh tersebut baru saja konversi agama, kemudian menjelek-jelekkan agama sebelumnya,” pungkasnya.
Konferensi ini dihadiri beragam tokoh agama dan akademisi, yang umumnya dari kalangan Muslim. Mereka tidak hanya berasal dari Indonesia dan Asia, tetapi juga dari berbagai negara di Timur Tengah, dan belahan dunia lainnya. Konferensi ini juga mengeluarkan Deklarasi Jakarta 2023, dengan tiga poin utama yaitu, pertama, agama adalah sumber ajaran transformasional sebagai pedoman bagi penganutnya untuk hidup damai, harmoni, dan menjadi inspirasi dalam membangun peradaban. Karena mengajarkan nilai-nilai universal seperti hak dan kewajiban asasi manusia, toleransi, kesetaraan, dan persaudaraan kemanusiaan.
Kedua, perbedaan adalah keniscayaan. Pemerintah dan kekuatan civil society harus berupaya menjaga, menghormati, dan melindunginya, serta mendorong menjadi kekuatan bersama dalam membangun kemajuan peradaban. Untuk itu, kerukunan antarumat beragama harus terus dilakukan.
Ketiga, diperlukan langkah konkret secara bersama memperkokoh aliansi global dalam ikut serta menyelesaikan berbagai konflik melalui dialog agar dapat menciptakan keamanan, perdamaian, dan dapat bersama-sama membangun peradaban.
Pewarta: Markus Saragih