Pemerintah Pusat Harus Mengevaluasi Kebijakan dan Pendekatan di Papua
JAKARTA,PGI.OR.ID-Sepuluh orang warga sipil, termasuk seorang pendeta, menjadi korban penyerangan kelompok bersenjata di Kampung Nogolait, Distrik Keneyam, Kabupaten Nduga, Papua, pada Sabtu (16/7/2022). Peristiwa ini menambah daftar panjang kekerasan yang menewaskan warga di Papua.
Usman Hamid dari Koalisi Kemanusiaan untuk Papua, menegaskan apa yang terjadi di Bumi Cendrawasih saat ini menunjukkan eskalasi konflik semakin tinggi. Sebab itu, untuk meredamnya pemerintah pusat harus mengkoreksi kebijakan Daerah Otonomi Baru (DOM), Putusan Mahkamah Konstitusi,dan mengkoreksi amandemen kedua Undang-undang Otsus. Pemerintah juga disarankan mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua.
Dia menambahkan, pada dasarnya peluang untuk menjadikan Papua tanah damai sudah ada terutama ketika Presiden, Menkopolhukam, Panglima TNI dan Kasad memberikan pernyataan bahwa pendekatan penyelesaian konflik di Papua harus dengan cara damai.
“Tapi pernyataan-pernyataan itu belum dituangkan dalam kebijakan. Maka perlu diformulasikan kepada kebijakan sehingga bisa menghasilkan perubahan yang signifikan dalam konteks perdamaian di Papua,” ujar Usman dalam diskusi media bertajuk Eskalasi Konflik Papua, Daerah Otonomi Baru dan Putusan Mahkamah Konstitusi, yang dilaksanakan secara daring oleh PGI bersama Koalisi Kemanusiaan untuk Papua, Selasa (19/7/2022).
Pria yang juga Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia ini meyakini jika inisiatif damai ditempuh, maka konflik bersenjata yang selama ini terus terjadi dapat diselesaikan. Apalagi Komnas HAM juga terus mendorong perundingan damai diantara pihak yang bertikai.
Pentingnya pendekatan damai di Papua juga ditekankan oleh Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Pdt. Daniel Ronda. Namun, menurutnya ungkapan “pendekatan damai” yang selalu didengungkan pemerintah pusat itu, jangan hanya sekadar slogan.
Konflik Papua, ujar Pdt. Daniel Ronda, terus menelan korban, termasuk dari kalangan rakyat sipil dan pemuka agama, yaitu Pdt. Eliaser Baner. “Pdt Elia dibunuh karena mencoba melindungi warga pendatang. Dia menunjukan kepada kita semua di Indonesia, bangsa di Papua tidak pernah membedakan satu sama lain,” katanya.
Pdt Daniel Ronda menyatakan Sinode GKII mengecam kekerasan terhadap warga sipil dan tokoh agama. Dia berharap peristiwa seperti itu tidak terulang lagi, dan menyatakan semua pihak yang berkonflik harus menjamin keselamatan warga sipil yang mendiami daerah rawan konflik.
Pewarta: Markus Saragih