Pembukaan Sidang KWI 2024. Berjalan Bersama Membangun Gereja dan Bangsa
JAKARTA,PGI.OR.ID-Sidang I Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 2024 yang diselenggarakan di Gedung KWI, Jl. RP. Soeroso, Cikini, Kec. Menteng, Jakarta Pusat, telah dibuka oleh Ketua KWI Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, pada Senin (13/5/2024).
Pembukaan sidang yang mengusung tema Berjalan Bersama Membangun Gereja dan Bangsa ini, diikuti sekitar hampir 40 kardinal, uskup agung, uskup, imam, dan biarawati. Sidang II KWI dijadwalkan akan berlangsung pada November di tempat yang sama.
Dalam sambutannya, Nunsius Apostolik Indonesia, Mgr. Piero Pioppo, meminta para uskup untuk selalu mengingat dan mewartakan Injil dengan jelas dalam karya penggembalaan di wilayah keuskupan mereka masing-masing.
“Dalam sesi pertama ini dan juga dalam sesi di bulan November, temanya adalah ‘Berjalan Bersama Membangun Gereja dan Bangsa.’ Sebagai Nunsius Apostolik, saya juga sangat bahagia dengan tema ini karena ia menekankan aspek berjalan bersama dan membangun. Keduanya adalah kata kerja yang sangat penting yang kita temukan di banyak tempat dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru,” ujarnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, para uskup Indonesia patut dipuji sebab mereka tidak ingin kehilangan kesinambungan misi mereka dengan misi Yesus dan para rasul. Sebab sesungguhnya ini adalah misi yang sejati, misi yang menjadi contoh yang mana kita para gembala dan pekerja pastoral di seluruh dunia dan di sepanjang sejarah harus selalu mengikutinya.
Dia pun juga memuji para uskup karena sejak KWI berdiri hampir 100 tahun lalu mereka telah melaksanakan program hidup yang luhur tersebut bersama umat dan masyarakat. “Tapi kita membutuhkan tujuan. Ke mana kita berjalan bersama untuk membantu semua saudara-saudari kita serta sesama warga negara kita dalam membangun dengan baik dengan pertolongan Allah, Gereja lokal di bangsa kita. Ke mana?” tanyanya.
Menjawab pertanyaan tersebut, Mgr. Piero Pioppo menegaskan bahwa Gereja Katolik selalu memiliki jawaban sederhana dan lengkap, yakni berjalan menuju Kristus. Ia kemudian menyinggung tentang rencana kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada awal September mendatang. Menurutnya, kunjungan ini akan menyemangati Gereja Katolik dalam perjalanan tersebut.
“Dengan perspektif yang ada di hadapan kita ini, dengan rendah hati saya meminta Anda semua, para uskup agung dan uskup, para gembala Gereja Indonesia, untuk selalu mengingat dan mewartakan Injil dengan jelas. Allah Bapa yang berbelas kasih, Tuhan Yesus Kristus yang bangkit dan hidup, Roh Kudus, memberi semua rahmat dan selanjutnya Sakramen-Sakramen, 10 Perintah Allah, realitas tertinggi hidup kita, kematian, penghakiman, surga, dan juga kemungkinan untuk mengecualikan hidup kita dari kehidupan bersama Allah yang kita sebut neraka,” imbuhnya.
Nunsius Apostolik Indonesia ini berharap, Sidang I KWI 2024 memberi para uskup karunia untuk semakin mengenal, mengasihi, dan mewartakan dengan penuh keteladanan dan seturut perkataan Yesus, Batu Penjuru.
Sementara itu, Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom dalam sambutannya turut mengapresiasi pilihan tema Jubileum 100 Tahun persidangan KWI, yang dipahaminya sebagai komitmen kolektif para uskup bersama umat Katolik di Indonesia, untuk memberlakukan tibanya tahun rahmat Tuhan dalam kehidupan kita, yakni pembebasan dari kemiskinan, bebas dari penyakit dan bebas dari berbagai belenggu penderitaan lainnya.
Panggilan sedemikian ini, lanjut Ketum PGI, sangatlah relevan dengan situasi masyarakat dan bangsa kita, dimana kita masih terus menyaksikan pengelolaan tata ruang yang masih belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat kecil, utamanya masyarakat adat.
“Rejim sertifikasi tanah telah begitu mudah menegasikan sejarah tanah dan meminggirkan masyarakat adat, yang oleh sistem yang ada tidak memungkinkan mereka untuk memiliki sertifikat atas tanah yang ratusan tahun telah mereka diami. Sebaliknya kita juga menyaksikan bagaimana sekelompok orang bisa dengan mudah dan leluasa memiliki lahan berjuta hektar, bahkan dengan mengusir masyarakat adat yang ada di atasnya,” ujar Pdt. Gomar Gultom.
Menurutnya, bagaimanakah kita berjalan bersama memberlakukan tahun rahmat Tuhan di tengah kondisi sedemikian? Sementara pada saat sama kita juga mestinya sangat risau dengan sistem hukum dan perekonomian kita yang masih memberi ruang buat praktek-praktek korupsi dan kolusi, sehingga distribusi pembangunan tidak berjalan baik, malah menumpuk di tangan kelompok tertentu saja.
“Korupsi merajalela dan masyarakat begitu permissif terhadap para koruptor, yang membawa kita kepada krisis moral yang tak terhingga Korupsi bukan hanya “penyelewengan dan penggelapan untuk keuntungan pribadi atau memperkaya orang lain” (KBBI 1999), tetapi terutama adalah kerusakan atau kebobrokan integritas, kebajikan atau prinsip moral. Kebobrokan moral manusia yang tidak mampu mewujudkan dirinya sebagai Gambar Allah,” tandasnya.
Dalam kondisi seperti ini, Pdt. Gomar Gultom menganggap pentingnya kita semua berjalan bersama untuk mengatakan kepada negeri ini, menolak pemberlakuan sistim yang tidak pro rakyat sedemikian, dan mengajak negeri ini untuk menjamin distribusi yang adil serta pengelolaan tanah secara semestinya.
“Saya kira dengan langkah seperti ini kita telah turut menyambut seruan apostolik Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium, 24 Nopember 2013 lalu, yang sangat mendasar mengajak kita menempatkan Injil sebagai berita sukacita,” ujarnya.
Pewarta: Markus Saragih
Sumber foto: tangkapan layar dan HIDUP/Katharina Reny Lestari