Beijing 30+ Consultation Dibuka: Momentum Global untuk Memperkuat Komitmen Kesetaraan Gender
admin
04 Dec 2025 10:48
JAKARTA, PGI.OR.ID – Beijing 30+ Consultation resmi dibuka pada Kamis, 4 Desember 2025 di Grha Oikoumene, Jakarta. Konsultasi internasional yang berlangsung hingga 6 Desember ini menandai 30 tahun sejak diadopsinya Beijing Declaration and Platform for Action—dokumen global paling komprehensif mengenai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan yang disahkan pada Konferensi Dunia Perempuan di Beijing tahun 1995.
Acara ini digagas oleh World Council of Churches (WCC) bekerja sama dengan PGI, PGIW DKI Jakarta, serta mitra-mitra gereja dan organisasi masyarakat di Indonesia. Tujuannya adalah meninjau ulang komitmen global dan lokal terhadap kesetaraan gender, baik dalam kerangka teologis, sosial, maupun aksi nyata di komunitas. Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan orang perwakilan berbagai lembaga yang datang dari berbagai negara di dunia.

Pembukaan Bernuansa Etnik: Solidaritas yang Dirayakan bersama
Pembukaan konsultasi dimulai dengan ibadah bernuansa etnik sebagai simbol keberagaman dan penghargaan terhadap konteks lokal Indonesia. Dalam sesi refleksi, Pdt. Henriette Lebang menekankan bahwa kesetaraan dan kemitraan adalah panggilan bersama. Ia mengajak peserta untuk terlibat dalam percakapan yang saling menguatkan seraya berbagi pengalaman lintas budaya dan komunitas.
Ibadah ditutup dengan prosesi simbolik yang khas: seluruh peserta membentuk lingkaran besar sambil memegang pita ungu yang saling terhubung—lambang solidaritas terhadap perempuan yang menghadapi diskriminasi, kekerasan, dan ketidakadilan di berbagai belahan dunia.
_1764825071.jpeg)
Sambutan WCC: Menggugat Kembali “Batu-Batu” Penghambat Kesetaraan
Dalam sambutannya, Director of WCC Life, Justice, and Peace, Dr. Kenneth Mtata, mengingatkan bahwa gereja telah menjadi bagian penting dalam proses Beijing sejak tiga dekade lalu. Melalui Ecumenical Decade of the Churches in Solidarity with Women (1988–1998), gereja-gereja dipanggil menghadapi “batu-batu besar” yang menghalangi kemanusiaan penuh perempuan: patriarki, kekerasan berbasis gender, dan eksklusi.
Dr. Mtata juga menyoroti tantangan global yang masih mengkhawatirkan: menguatnya totalitarianisme dan konflik bersenjata yang memperbesar kerentanan perempuan; meningkatnya kekerasan fisik, seksual, emosional, maupun digital; maraknya femisida dan perdagangan manusia; minimnya pendanaan bagi inisiatif perempuan; menguatnya kembali resistensi teologis terhadap kepemimpinan perempuan; serta kesenjangan sosial-ekonomi bagi perempuan marginal, migran, dan masyarakat adat.
“Keuntungan yang dicapai sejak Beijing 1995 masih rapuh. Kemunduran nyata terjadi di banyak tempat,” tegas Mtata. Ia menekankan bahwa konsultasi ini harus menghasilkan strategi konkret untuk memajukan kepemimpinan perempuan, melindungi pembela HAM perempuan, memperkuat advokasi gereja, dan menjembatani teologi dengan kebijakan publik.
_1764825086.jpeg)
Sambutan PGI: Kesetaraan Gender sebagai Panggilan Iman
Sekretaris Umum PGI, Pdt. Darwin Darmawan, dalam sambutannya menegaskan bahwa perjuangan bagi martabat dan hak-hak perempuan masih jauh dari selesai. Kekerasan berbasis gender, ketertinggalan ekonomi dan digital, hingga dampak krisis iklim masih terus menghantam perempuan dan anak perempuan secara tidak proporsional.
Menurutnya, gereja dan komunitas iman memiliki mandat moral dan teologis untuk ambil bagian aktif dalam perubahan. “Kita percaya semua manusia diciptakan menurut gambar Allah. Karena itu, setiap budaya atau praktik yang merendahkan perempuan bertentangan dengan Injil,” ujarnya.
Ia menekankan peran penting gereja sebagai ruang pertama yang diakses penyintas kekerasan dan diskriminasi. Karena itu, gereja harus hadir sebagai pendamping yang memulihkan, bukan membungkam. “Merebut kembali martabat dan hak bukan hanya proyek politik, tetapi panggilan rohani dan kesaksian iman,” tegasnya.

Agenda Konsultasi: Dari Perspektif Adat hingga Ekumenis Diakonia
Selama tiga hari, Beijing 30+ Consultation menggelar serangkaian plenari, panel diskusi, dan kelompok kerja. Beberapa tema penting yang dibahas antara lain: perspektif masyarakat adat; pelayanan oikumenis (ecumenical diakonia); serta refleksi perjalanan Beijing Platform for Action di masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Secara khusus, hari pertama pertemuan ditandai dengan kampanye global “Thursdays in Black”, sebagai ekspresi solidaritas internasional menentang kekerasan berbasis gender.

Ruang Inklusif bagi Indonesia dan Dunia
Konsultasi ini dihadiri peserta dari berbagai latar belakang: gereja-gereja anggota WCC, organisasi perempuan, komunitas adat, aktivis gender, dan kelompok masyarakat sipil. Acara ini menjadi ruang dialog lintas iman dan lintas budaya untuk membaca ulang relevansi Beijing Platform for Action dalam konteks Indonesia yang majemuk.
Menuju Pesan Bersama
Di akhir kegiatan, Beijing 30+ Consultation diharapkan menghasilkan sebuah “Pesan Bersama” sebagai komitmen kolektif gereja dan masyarakat sipil untuk memperkuat keadilan gender, melawan kekerasan terhadap perempuan, dan mendorong aksi nyata di semua tingkatan.
Konsultasi ini menegaskan kembali bahwa perjuangan menuju kesetaraan gender bukan hanya urusan global, tetapi juga sangat kontekstual—serta menuntut keberanian, kolaborasi, dan komitmen dari semua pihak. (EDP)
Berikan Komentar
Alamat email anda tidak akan dipublish, form yang wajib diisi *
Berita & Peristiwa
Beijing 30+ Consultation Dibuka: Momentum Global untuk Memperkuat Komi...
JAKARTA, PGI.OR.ID – Beijing 30+ Consultation resmi dibuka pada Kamis, 4 Desember 2025 di Grha Oikoumene, Ja...
PGI Desak Pemerintah Menetapkan Bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Su...
JAKARTA,PGI.OR.ID-Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan duka mendalam dan solidaritas penu...
Sidang Majelis Sinode Am GPI 2025 Dibuka, PGI: Gereja Perlu Menghidupi...
JAKARTA, PGI.OR.ID — Sidang Majelis Sinode Am (SMSA) Gereja Protestan di Indonesia (GPI) tahun 2025 resmi di...

