Mewujudkan Gereja yang Oikoumenis di Papua

JAYAPURA,PGI.OR.ID-Masuknya Injil ke Tanah Papua yang dibawa oleh dua misionaris Carl Wilhelm Ottow dan Johan Gottlod Geissler ke Pulau Mansinam pada 5 Februari 1855, diperingati sebagai Hari Pekabaran Injil (HPI) di Tanah Papua. Tahun ini, memperingati HPI di Tanah Papua ke-166, Persekutuan Gereja-Gereja seTanah Papua (PGGP) bersama Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua melaksanakan berbagai kegiatan, diantaranya webinar bertajuk Gereja-Gereja Papua Menuju Oikoumene, di Gereja Katolik Paroki Kristus Terang Dunia, Wamena, Jayapura, pada Selasa (2/2).
Pada kesempatan itu, Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom menegaskan, tugas gereja-gereja di Papua saat ini adalah menghadirkan gereja dalam sosok Hamba. Seperti Yesus yang telah menjadi hamba dalam upayaNya berkomunikasi dengan manusia. Maka kehadiran gereja yang komunikatif merupakan panggilan sejarah yang tidak bisa ditawar. Selain itu, kehadiran gereja bukan hanya untuk dirinya, tetapi dipanggil dan diutus pergi agar berbuah (Yoh. 15:16). “Disinilah gereja-gereja di Papua bersatu membentuk oikoumene, menjadikan Tanah Papua sebagai tanah yang damai untuk didiami oleh semua, termasuk seluruh penghuni alam semestanya,” tandasnya.
Menurut Ketua Umum PGI, dengan kesabaran, kesetiaan, dan kerendahan hati, seperti yang diperlihatkan oleh Ottow dan Geissler, membuat gereja-gereja lebih mudah melihat Papua sebagai ladang pelayanan bersama. “Lepaskan panji-panji dan ego sektoral masing-masing. Mari membangun Papua dengan semangat Mansinam,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum PGLII Pdt. Dr. Ronny Mandang. Menurutnya, gereja harus bergerak ke luar dan kehidupan gereja harus terkomunikasi dengan siapapun di dunia ini, demikian pula di Papua. “Gereja harus melihat segala sesuatunya dengan hati hamba, sehingga oikoumene kita selesai. Ini tantangan bagi kebersamaan kita. Panji-panji gereja harus ada di hati, namun gerakan kita harus gerakan yang oikoumenis,” jelasnya.
Ronny Mandang menambahkan, yang dibutuhkan sekarang ini adalah pertobatan, rekonsilliasi. Dan tidak memikirkan doktrin masing-masing, tetapi memandang yang berbeda sebagai yang dikasihi Kristus.
Sementara itu, Uskup Jayapura. Mgr. Dr. Leo Laba Ladjar, OFM menuturkan, dalam rangka mewujudkan oikoumene, maka kehidupan yang harmonis harus dibangun oleh gereja-gereja di Papua. Menurutnya, Gereja Katolik secara resmi melakukan gerakan oikoumene di Konsili Vatikan ke 2 (1962-1965). Gereja Katolik berusaha menggiatkan bermacam usaha untuk pemulihan kesatuan umat Kristiani, kesatuan dalam iman, dan moralitas.
“Maka jika oikoumenisme ingin berhasil maka yang diperlukan saat ini adalah pertobatan hati, menyangkal diri, dan membuang egoisme masing-masing. Dari situ akan timbul kerinduan yang kuat untuk bersatu. Ada persatuan dan kesatuan dalam kemajemukan, maka gereja akan bertumbuh ke arah itu,” jelasnya.
Lebih jauh dijelaskan, gereja bukanlah organisasi, tapi organisme hidup seperti tubuh manusia, yang bertumbuh dan hidup perlahan-lahan namun ada arah yang jelas. “Dalam hal ini, maka gerakan oikoumenisme memegang adagium lama dari para Bapa di abad kedua yaitu, dalam hal prinsip perlu bersatu, dalam hal yang masih diragukan ada kebebasan, tapi dalam segala-galanya yang diperlukan adalah kasih. Karena itu jika ingin membentuk oikoumenisme sekarang di Papua kita tidak paksakan bersatu dalam semua hal. Tapi bagaimana prinsip cinta kasih kristiani diwujudkan sepenuhnya, termasuk dalam menghadapi situasi sekarang ini dengan prinsip cinta kasih,” jelas Mgr. Leo Laba.
Pembicara terakhir, Ketua BPH PGPI Pusat Pdt. Dr. Daniel Tumbel menekankan, gereja-gereja harus melihat Papua seperti Tuhan melihat Papua. Dan sebagai satu tubuh Kristus harus melihat ke depan, jangan ke belakang. Ada tugas atau misi yang belum selesai. Injil harus diberitakan. Umat harus dibebaskan dari dosa, dibebaskan dari penderitaan dan kemiskinan.
“Keragaman gereja seharusnya menjadi berkat, bukan batu sandungan atau membuat sekat. Sebab itu kita harus saling melengkapi. Inilah yang harus dilakukan oleh gereja-gereja gereja Tuhan di Papua,” ujarnya.
Sebelumnya mengawali webinar, Dosen UNIPA, Andreas Jefri Deda, S.Pd.,MA memaparkan secara komprehensif terkait Papua dari perspektif sosial, politik, dan budaya.
Pewarta: Markus Saragih