Merespons Krisis Ekologis di Papua: Gereja Didukung untuk Ambil Peran Lebih Aktif dalam Menjaga Ciptaan

MANOKWARI,PGI.OR.ID-Dalam rangka memperingati 75 tahun Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), sebuah Semiloka Teologi diselenggarakan secara serentak di berbagai kota di Indonesia, termasuk di Manokwari, Papua Barat, dengan mengangkat tema yang mendesak dan relevan: “Merespons Krisis Ekologis di Papua.”
Semiloka yang berlangsung pada Jumat, 23 Mei 2025 ini menghadirkan pembicara dari kalangan aktivis lingkungan, akademisi, dan tokoh gereja. Salah satu narasumber utama adalah Willy Dares Sombok, S.T., dari EcoNusa Foundation, yang mengangkat urgensi krisis ekologi yang kini mengancam keberlangsungan hidup masyarakat dan alam Papua.
“Ekologi bukan hanya isu lingkungan. Ini adalah isu kehidupan, keadilan, dan iman. Krisis ekologi adalah krisis iman kita terhadap tanggung jawab sebagai penjaga ciptaan Tuhan,” ujar Willy dalam paparannya.
Tanda-Tanda Krisis yang Tak Bisa Diabaikan
Dalam pemaparannya, Willy menggarisbawahi beberapa indikator nyata dari krisis ekologi yang kini melanda Papua dan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Punahnya spesies-spesies endemik, degradasi ekosistem yang berujung pada menurunnya ketersediaan air bersih, pangan, dan udara bersih, serta meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana alam seperti banjir, longsor, dan kekeringan, menjadi sinyal bahwa kerusakan lingkungan sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan.
Langkah-Langkah Merespons Krisis
Krisis ekologi menuntut tanggapan menyeluruh yang melibatkan semua lapisan masyarakat, termasuk gereja sebagai salah satu pilar moral dan sosial di tengah komunitas. Willy memaparkan lima pendekatan utama dalam merespons krisis, pertama, Mitigasi – Upaya pencegahan agar krisis tidak makin parah, seperti mengurangi emisi dan melindungi kawasan hutan.
Kedua, Adaptasi – Mempersiapkan komunitas, khususnya kelompok rentan, untuk menghadapi dampak nyata perubahan lingkungan. Ketiga, Restorasi – Mengembalikan fungsi ekosistem melalui kegiatan seperti reboisasi dan pembersihan sungai.
Keempat, Perubahan Sistemik dan Kebijakan – Mendesak pemerintah untuk menerapkan kebijakan ramah lingkungan dan mendukung kerja sama internasional.
Kelima, Pendidikan dan Peningkatan Kesadaran – Mendorong transformasi cara pikir dan gaya hidup melalui pendidikan ekoteologis di lingkungan gereja dan masyarakat.
Peran Gereja: Dari Mimbar ke Aksi Nyata
Semiloka ini sekaligus menjadi panggilan profetik bagi gereja-gereja di Indonesia, khususnya di Papua, untuk tidak hanya berkhotbah tentang pemeliharaan ciptaan, tetapi juga mengambil langkah nyata dalam mendampingi umat menghadapi dan mengatasi krisis ekologis. Gereja diharapkan menjadi agen perubahan yang aktif, baik melalui program lingkungan berbasis jemaat, advokasi kebijakan publik, hingga kolaborasi lintas sektor demi keberlanjutan bumi yang adalah rumah bersama.
“Gereja bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan iman yang harus menjangkau aspek kehidupan sehari-hari, termasuk relasi kita dengan alam. Keadilan ekologis adalah bagian dari keadilan sosial dan spiritual,” tambah Willy.
Komitmen Bersama untuk Bumi Papua
Kegiatan semiloka ini juga diisi dengan sesi diskusi kelompok, pemetaan isu ekologis lokal, serta penyusunan rencana tindak lanjut oleh gereja-gereja setempat. Harapannya, gereja dapat membangun sinergi dengan organisasi masyarakat sipil, komunitas adat, dan pemerintah daerah untuk menyusun agenda aksi ekologis yang kontekstual dan berkelanjutan.
Peringatan HUT PGI ke-75 ini menjadi momentum penting untuk membangkitkan kembali semangat gereja-gereja dalam memperjuangkan keutuhan ciptaan dan menjadi pelita bagi dunia yang sedang terluka karena krisis lingkungan.