Mengembalikan Laut Sebagai Mitra dalam Kehidupan yang Berkelanjutan

AMBON,PGI.OR.ID-Dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM). Pdt. Dr. Margaretha A. Apituley menegaskan bahwa Teologi Laut sebagai suara kenabian untuk menolak eksploitasi, menyerukan keadilan ekologis, membela komunitas terdampak dan relasi manusia-ciptaan, serta mendorong pembangunan berkelanjutan dan partisipatif.
Ditegaskan pula, Teologi Laut memulihkan alam sebagai sumber kehidupan. Laut sebagai “ibu” yang adalah simbol kasih, perlindungan, dan kelimpahan. Maka, merusak laut berarti melukai ibu sendiri.
Teologi Laut juga kritik terhadap pandangan modern yang mengatakan laut dilihat sebagai ruang kosong, netral, dan bebas dieksploitasi. Sama halnya dengan perspektif kolonial dan industrial yang mengabaikan hak dan nilai intrinsik laut.
Selain itu, Teologi Laut sesuai dengan kearifan lokal yang memandang Laut sebagai makhluk hidup, bagian dari komunitas spiritual, dan sejarah leluhur. Sehingga relasi dengan laut bersifat relasional, bukan dominatif.
“Panggilan etis kita yaitu menghormati hak-hak laut, merawatnya dengan tanggung jawab. Bukan eksploitasi, tetapi mengembalikan laut sebagai mitra dalam kehidupan yang berkelanjutan,” ujar Pdt. Margaretha A. Apituley dalam Semiloka Teologi dan Penjemaatan Dokomen Keesaan Gereja (DKG), di GPM Hok Im Tong, Ambon, pada Jumat (2/5/2025).
Dalam paparannya bertajuk Teologi Laut dalam Bayang-Bayang Poli Krisis: Jalan Pembebasan, Perlawanan, dan Pemulihan Ekologis dari Maluku, ia mengingatkan bahwa Teologi Laut sebagai teologi praktis yang berkontribusi pada upaya-upaya pemulihan ekologi. Model pelestarian berbasis komunitas, bukan top down, melainkan dari kesadaran komunal, dari bawah, dan bukan dipaksakan.
Ia pun melihat Teologi Laut sebagai ruang trauma dan kebebasan. Menurutnya sekarang ini nelayan dan masyarakat ada kehilangan akses hidup. Hal ini disebabkan adanya pencemaran, reklamasi, overfishing, dan hilangnya ruang budaya. Sedangkan menilik dari perspektif teologis, ia melihat laut dalam Alkitab juga sebagai ruang pembebasan, seperti terungkap dalam Kitab Keluaran 14 dan 15. Laut sebagai tempat umat dibebaskan dari perbudakan.
Sebab itu, Gereja dipanggil menjadi saksi dan penyembuh, dengan membangun memori kolektif atas luka ekologis, mengangkat penderitaan ciptaan dalam doa, liturgi, serta aksi penyembuhan. Selain itu menggerakkan umat untuk mewujudkan keadilan dan pemulihan ekologis.