Mengelola Sampah untuk Kebutuhan Keluarga
MALANG, PGI.OR.ID – Setiap 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional. Salah satu tujuan perintan itu untuk mengingatkan bahwa persoalan sampah harus menjadi perhatian utama yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, khususnya dalam pengelolaannya. Sampah acapkali dianggap urusan petugas kebersihan atau tukang sampah semata. Peran masyarakat cukup tidak membuang sampah sembarangan atau membuang sampah pada tempatnya.
Hal itulah yang dirasakan oleh Endang Sri Puji Astuti, jemaat GKJW Suwaru, Malang, Jawa Timur. Sektar tahun 2015, ia mengajak warga mengelola sampah. Ibu Tutut, biasa dipanggil, mengkoordinir komunitas ibu-ibu untuk mendirikan bank sampah.
“Saya sudah hubungkan dengan bank, sehingga setiap waktu tertentu hasil dari bank sampah akan langsung ditransfer ke mbanking ibu-ibu,” kata ibu Tutut. Namun bank sampah tersebut hanya berjalan sekitar tiga bulan saja, karena pengambilan sampah tak berjalan lancar. Para pemuda yang mengambil sampah mendapat tantangan. “Disekolahkan tinggi-tinggi kok mung jadi pemulung begitu kata orangtua mereka,” cerita ibu Tutut. Akhirnya para pemuda pun mundur. Namun demikian usaha itu dapat berlanjut bersama sejumlah kelompok ibu-ibu di tempat tinggalnya.
Kepedulian ibu Tutut terhadap sampah tak surut karena tantangan yang dihadapi. Lewat produksi salaknya, ia kelola sampahnya. Daun salak dijadikan makan maggot, biji salaknya dijadikan pupuk, sementara kulit salak dibuat menjadi teh salak. Dari pengalaman itulah ibu Tutut yang tergabung dalam industri kecil mikro di tempat ia tinggal, sering diundang berbagi pengalamannya ke pelbagai daerah.
Lain kisah dengan Sung Sabda Gumelar. Dari pengalaman berkegiatan di konservasi penyu Pantai Samas Bantul, ia seringkali menyelamatkan penyu sakit karena makan sampah, terlilit sampah hingga cacat fisik. Dari pengalamannya itu Sung Gumelar, terpacu untuk diet sampah unorganik dan mengolahnya agar tidak mengganggu. Menurutnya mengelola sampah adalah bentuk tanggung jawab atas limbah yang dihasilkan dalam kehidupannya. “Saya tidak mau diganggu dan tidak mau mengganggu, jika saya tidak mengolah sampah maka saya mengganggu alam (biotik atau abiotik) yang sebenarnya bagi saya mereka juga memiliki rasa tidak ingin di ganggu ataupun didominasi,” terang Sung Gunelar.
Sung Gumelar yang sekarang tinggal di Malang dan berjemaat di GKJW Suwaru, bersama empat rekannya mengelola sampah. Sejak tahun 2012 ia telah mengelola sampah menjadi kompos. Sung Gumelar bercerita, “Kalau sampah organik sebagai media ternak maggot dan cacing baru mulai 2020. Kalau pyrolisis baru mulai 2018, namun sampai sekarang belum mendapat hasil yang efisien, dalam artian energi yang keluar lebih banyak dari energi yang didapat.”
Hasil pengolahan sampah tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan lahan pertanian organik miliknya. “Untuk pertanian keluarga pak. Terkadang ada juga yang pesan. Tapi saya gak fokus dipenjualan kompos, orientasinya masih nyukupi kebutuhan keluarga, ini aja kadang kurang,” akunya.
Pria berambut gondrong ini selalu bersyukur kebutuhan keluarganya dapat dicukupi dari kebun sendiri. “Untungnya dalam mengolah sampah organik ketika memiliki pertanian dan peternakan terintegrasi. Sehingga gak ada yang beli gak masalah, tetap berguna dan tetap bernilai ekonomis. Orientasinya ketahanan pangan keluarga. Jika berlimpah baru di jual,” ujarnya.
Di akhir percakapan yang dikakukan lewat WA, Sung Gumelar menambahkan kepeduliannya untuk mengelola sampah juga didasari landasan teologis. Ia mengutip cerita perjanjian antara Allah dengan Nuh, dalam Kejadian 9:9-17, di mana Allah menjanjikan tidak akan ada air bah lagi. “Perjanjian ini hanya menunjukan janji Allah, bagi saya mungkin saja ada konsekuensi yang harus dilakukan alam, termasuk di dalamnya ada manusia, yaitu konsekuensi untuk menjaga keharmonisan sehingga tindakan dominatif yang destruktif dapat diminimalisir atau bahkan ditiadakan,” ujarnya.
Dengan cara masing-masing, baik ibu Tutut dan Sung Gumelar telah menunjukkan kepeduliannya pada sampah dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Tak hanya bagi pribadi dan keluarganya, tetapi juga bagi sesama dan alam itu sendiri.
Selamat Hari Peduli Sampah Nasional 2021
Pewarta : Nugroho Agung
Foto : Sung Sabda Gumelar