Lima Tugas Keluarga sebagai Ecclesia Domestica di Era Modern

MEDAN,PGI.OR.ID-Ecclesia Domestica menjadi salah satu topik bahasan dalam Semiloka Teologi dan Penjemaatan Dokumen Keesaan Gereja (DKG) yang dilaksanakan dalam rangka HUT ke-75 PGI selama dua hari (21-22/3), di Universitas HKBP Nommensen (UHN) Medan, Sumatera Utara.
Pdt. Dr. Robert Benedictus, M.Th mengungkapkan bahwa istilah “Ecclesia Domestica” pertama kali digunakan oleh St. Yohanes Krisostomus (347-407M) dalam homilinya tentang surat Efesus. Yohanes Krisostomus menekankan pentingnya keluarga sebagai unit dasar gereja dan sumber kehidupan Kristen.
Kata “domestica” berasal dari kata Latin “domus” yang berarti “rumah”. Keluarga Kristen disebut Gereja domestik karena keluarga menampilkan dan menghayati kodrat keluarga dan komunal Gereja sebagai keluarga Allah. Keluarga menghadirkan “ ruang suci ” (sanctuary).
“Ecclesia Domestica menekankan bahwa keluarga adalah gereja dalam skala kecil dimana anggota keluarga dapat mempraktikkan nilai nilai Kristen dan membangun hubungan yang erat dengan Tuhan dan sesame,” jelas Pendeta GBI Medan Plaza yang juga Dosen Sekolah Tinggi Teologi Pelita Kebenaran ini.
Lebih jauh dijelaskan, bahwa keluarga adalah lingkungan utama di mana iman diperkenalkan, diperkuat, dan dipraktikkan. Orangtua dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka. Dalam Alkitab, keluarga Kristen dipandang sebagai komunitas rohani yang mendasarkan hubungannya pada iman kepada Yesus Kristus, membentuk fondasi spiritual yang kuat untuk kehidupan bersama dan mendidik anak-anak dalam nilai-nilai Kristen.
Menurutnya, di era modern sekarang ini, tantangan Ecclesia Domestica yaitu individualisme dan materialisme yang semakin mengakar dalam masyarakat. Banyak keluarga mengalami disorientasi dalam menjalankan nilai-nilai iman karena lebih berfokus pada kesuksesan ekonomi dan kenyamanan hidup.
Akibatnya, orang tua sering kali disibukkan dengan pekerjaan, sehingga waktu untuk membangun kebersamaan dan membina iman dalam keluarga menjadi minim. Anak-anak pun tumbuh dalam lingkungan yang kurang memperhatikan nilai-nilai spiritual.
Perubahan sosial dan budaya yang dibawa oleh globalisasi itu pun turut mempengaruhi cara pandang keluarga terhadap nilai-nilai tradisional. Norma-norma yang dulunya dianggap sakral, seperti kesetiaan dalam perkawinan dan pentingnya doa bersama, mulai tergeser oleh gaya hidup yang lebih liberal.
Fenomena ini, lanjut Pdt. Robert Benedictus, berdampak pada lemahnya keterlibatan anak-anak dalam kehidupan rohani dan kegiatan keagamaan. Sekularisasi yang semakin meluas juga membuat banyak keluarga menghadapi tantangan dalam menanamkan nilai-nilai iman kepada anak-anak mereka. Akhirnya Gereja sering kali dianggap tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Hal ini menyebabkan berkurangnya minat kaum muda untuk terlibat dalam kegiatan keagamaan, termasuk dalam kehidupan iman keluarga mereka sendiri. Krisis iman ini dapat berujung pada sikap apatis terhadap ajaran Gereja.
Di tengah tantangan tersebut, maka tugas keluarga sebagai Ecclesia Domestica yaitu, pertama, Persekutuan (Koinonia). Ciri dari persekutuan adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta kasih serta bersedia untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain. Persekutuan dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan saat- saat bersama, doa bersama, kesetiaan dalam suka dan duka, untung dan malang, ketika sehat dan sakit.
Kedua, Liturgi (Leiturgia). Sebagai Ecclesia Domestica, suami- istri mempunyai tanggung jawab membangun kesejahteraan rohani dan jasmani keluarganya, dengan doa dan karya. Doa keluarga yang dilakukan setiap hari dengan setia akan memberi kekuatan iman dalam hidup mereka, terutama ketika mereka sedang menghadapi dan mengalami persoalan sulit dan berat .
Ketiga, Pewartaan Injil (Kerygma). Keluarga sebagai Gereja Rumah tangga, mengambil bagian dalam tugas untuk mewartakan Injil. Keluarga, harus menjadi tempat Injil disalurkan dan memancarkan sinarnya.
Keempat, Pelayanan (Diakonia). Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, keluarga dipanggil untuk mengamalkan cinta kasih melalui pengabdiannya kepada sesama, terutama bagi mereka yang hidup berkekurangan . Dijiwai oleh cinta kasih dan semangat pelayanan, keluarga kristen menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah.
Kelima, Kesaksian Iman (Marturia). Keluarga hendaknya berani memberi kesaksian imannya dengan perkataan maupun tindakan serta siap menanggung resiko yang muncul dari imannya itu. Kesaksian iman itu dilakukan dengan berani menyuarakan kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum.”
Dengan demikian menurutnya, implikasi konsep Ecclesia Domestica adalah membangun kualitas keluarga Kristen dimana anggota keluarga dapat mempraktekkan nilai nilai kristiani. Mengembangkan kualitas kepemimpinan dimana ayah dan ibu menjadi pemimpin dalam keluarga, memimpin anggota keluarga dalam kehidupan Kristen.
Selain itu, membangun komunitas, dimana keluarga Kristen menjadi berkat di komunitas, membangun hubungan dengan sesama, serta menjadi garam dan terang dunia.
Pewarta: Markus Saragih