Koalisi Masyarakat Sipil: Segera Sahkan RUU PPRT

JAKARTA,PGI.OR.ID-PGI bersama lembaga keagamaan, serta organisasi masyarakat (ormas), yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) mendesak DPR untuk segera sahkan RUU PPRT menjadi undang-undang.
Desakan tersebut disampaikan dalam jumpa pers secara hybrid, di Kantor Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas) Perempuan, di Jalan Latuharhary 4B. Jakarta, pada Jumat (14/2/2025).
Sebagaimana diketahui, upaya memperjuangkan rancangan undang-undang yang mengatur soal pekerja rumah tangga ini, telah dilakukan sejak 21 tahun lalu, dan RUU PPRT telah berulang kali masuk prolegnas prioritas sejak 2004.
Maret 2023, DPR RI telah menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR. Presiden juga telah mengirimkan daftar inventaris masalah (DIM) RUU PPRT ke pimpinan DPR, dan menunjuk kementerian yang mewakili pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR. Namun hingga saat ini RUU PPRT tidak kunjung disahkan.
Pada kesempatan itu, Sekretaris Eksekutif bidang Keadilan dan Perdamaian (KP) PGI Pdt. Etika Saragih mengungkapkan, bahwa pentingnya RUU PPRT segera disahkan dengan dasar keyakinan bahwa setiap manusia adalah mahluk mulia ciptaan Tuhan (homo imago dei).
Gereja juga terpanggil untuk memiliki kepekaan dan kepedulian pada ptokhos (istilah dalam bahasa Yunani), yakni kaum miskin, lemah, marginal bukan hanya miskin materi tapi juga lemah, dan tak berdaya dalam struktur sosial.
Menurut Pdt. Etika Saragih, dengan disahkannya RUU PPRT, diharapkan akan signifikan mengurangi kejadian-kejadian yang tidak manusiawi yang dialami pekerja rumah tangga, seperti kekerasan verbal, fisik, kekerasan seksual, bahkan rentan jadi korban perdagangan manusia (human trafficking) berkedok pembantu rumah tangga.
“Sebab itu, dengan disahkannya RUU PPRT ini, akan menjadi semacam perlindungan hukum dan sosial bagi pekerja rumah tangga. PGI berharap DPR punya hati nurani yang bersih untuk bisa menyelami persoalan dasar pekerja rumah tangga, sehingga RUU PPRT ini segera disahkan,” tandasnya.
Dia pun melihat, pentingnya para pembantu rumah tangga atau asisten rumah tangga diakui sebagai pekerja. Maka dengan demikian, sebagai pekerja, dibutuhkan hal-hal yang dapat menjamin haknya, antara lain kontrak kerja yang jelas, jam kerja yang manusiawi, jaminan yang mendasar seperti jaminan kesehatan.
Hal senada juga disampaikan perwakilan KWI, RD. Marthen Jenarut. Dia menandaskan, dengan disahkannya RUU PPRT dapat menjadi payung hukum bagi para pekerja rumah tangga, yang kebanyakan kaum perempuan, yang rentan dimanipulasi dan eksploitasi.
“Kita butuh payung hukum yang mengikat supaya ada jaminan perlindungan bagi kaum perempuan yang mayoritas sebagai pekerja rumah tangga. Sebab itulah KWI selalu hadir bersama siapapun untuk menunjukkan keberpihakan dan ikut mendesak pengesahan rancangan undang-undang ini,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota JALA PRT, Jumisih mengingatkan agar mendorong agar draf RUU PPRT yang ditangani di Badan Legislasi bisa dilimpahkan kepada Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat. “Terakhir draf RUU ini sudah berada di Badan Legislasi, dan merupakan RUU berstatus carry over, tinggal dibahas untuk diambil keputusan pengesahan,” katanya.
Menurut Jumisih, RUU PPRT yang saat ini berada di Baleg bisa diserahkan kepada Komisi XIII yang membidangi masalah penegakan hukum dan hak asasi manusia. Sebab, Jumisih khawatir RUU PPRT kembali mengendap tanpa disahkan mengingat padatnya agenda legislasi di Baleg.
Dia mengatakan, tidak ada alasan bagi DPR untuk menunda pengesahan RUU ini. Apalagi RUU PPRT masuk dalam daftar program legislasi nasional prioritas tahun 2025.
Pewarta: Markus Saragih