Gereja Terus Gaungkan Dukungan bagi Masyarakat Korban PT. TPL

JAKARTA,PGI.OR.ID-Sejak berdirinya PT. TPL (dahulu Indorayon), menimbulkan konflik yang berkepanjangan dengan masyarakat di Kawasan Danau Taoba, bahkan hingga saat ini. Sebut saja konflik agraria dengan Komunitas Masyarakat Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas, Kabupaten Simalungun; Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan di Dolok Parmonangan, Kabupaten Simalungun dan Masyarakat Adat di Nagasaribu, Siborongborong, Tapanuli Utara menjadi korban.
Konflik-konflik tersebut mendapat perhatian serius dari berbagai pihak termasuk dari pimpinan gereja di Sumatera Utara. Aksi teranyar adalah kunjungan Ephorus Huria Kristen Indonesia (HKI) Pdt. Firman Sibarani, Selasa (11/2/25). Hal serupa juga dilakukan Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pdt. Dr. Victor Tinambunan MST ke hutan adat Nagasaribu, yang dipasang portal oleh PT. TPL, Minggu (16/2/2025).
Dalam kunjungannya, kedua Ephorus mengingatkan PT TPL jangan sampai ada kekerasan baik kekerasan fisik maupun verbal terhadap warga, berpesan agar Perusahaan itu tidak lagi melakukan penutupan jalan ataupun pendataan yang tidak diperlukan sebab lokasi tersebut merupakan jalan umum yang biasa dilalui oleh warga Nagasaribu, terlebih merupakan lokasi mata pencaharian warga setempat.
Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) juga menaruh perhatian serius. Pada 24 Mei 2021, MPH-PGI telah melayangkan surat kepada pimpinan gereja-gereja anggota PGI di Sumatera Utara, dan PGIW Sumatera Utara, untuk menyikapi persoalan ini.
Dalam suratnya, MPH-PGI mengimbau pimpinan gereja di seluruh Sumatera Utara agar turut ambil bagian dalam upaya menghentikan perusakan lingkungan hidup yang masih terus berlangsung di Sumatera Utara akibat aktivitas perusahaan PT. TPL, mendampingi warga masyarakat yang menjadi korban ketidakadilan, kekerasan dan diskriminasi oleh karena perjuangannya yang secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh kembali hak dan tanah mereka yang selama ini telah dirampas oleh PT. TPL.
Selain itu, terus mengedukasi warga gereja untuk hidup bersahabat/selaras dengan alam agar prinsip keutuhan ciptaan tidak menjadi slogan semata, mencegah terjadinya konflik horizontal antar-warga sipil akibat provokasi PT. TPL terhadap kelompok masyarakat yang selama ini berpikir telah diuntungkan dengan kehadiran PT tersebut.
MPH-PGI juga mengingatkan agar mencegah terjadinya perpecahan dalam dan/atau antar-gereja akibat persoalan sosial dan ekologi ini yang dapat menjadi preseden buruk (batu sandungan) bagi umat Kristen di Tanah Air.
Tidak sampai disitu, MPH-PGI pun turut mendampingi dan mengadvokasi mereka yang telah menjadi korban PT. TPL. Salah satunya mendampingi Pdt. Faber Manurung mewakili warga yang menjadi korban keberadaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL), ke Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (8/6/2021, untuk melaporkan apa yang mereka alami di sana.
Bahkan jauh sebelumnya, MPH-PGI juga menyurati Presiden SBY, ketika itu, untuk memberi perhatian serius terkait konflik masyarakat adat Desa Pandumaan dan Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara dengan PT TPL Tbk.
Pada 1 Maret 2025 nanti, Ephorus HKBP Pdt Dr Victor Tinambunan MST akan memimpin gereja-gereja di Sumatera Utara untuk melakukan Doa Bersama Merawat Alam Tano Batak, di Porsea, Toba, Sumatera Utara. Lewat acara ini, gereja kembali menggaungkan kepeduliannya terhadap penderitaan dan ketidakadilan yang dialami masyarakat.
Ketua Umum PGI, Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty menyampaikan dukungan terhadap rencana doa bersama ini. Menurutnya Gereja-gereja harus berdiri di garda terdepan advokasi terhadap masyarakat adat dan lingkungan hidup mereka.
Pewarta: Markus Saragih