Gereja Sikapi Kerusakan Lingkungan, Teras Narang: Perlu Gerakan Terstruktur, Sistematis, dan Masif
JAKARTA,PGI.OR.ID-Kondisi lingkungan kita sedang dalam keadaan tidak baik, karena mengalami tingkat kerusakan yang tinggi. Sebab itu, diperlukan penanganan luar bisa, dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk gereja, melalui gerakan yang terstruktur, sistematis dan masif.
Hal tersebut ditegaskan Ketua Umum Yayasan Kesehatan (Yakes) PGI Cikini Dr. Agustin Teras Narang, S,H dalam acara Diskusi dan Launching Video Edukasi Peran Gereja Menghadapi Krisis Iklim, di Grha Oikoumene, Jakarta, pada Rabu (21/2/2024).
Salah satu tantangan yang dihadapi terkait persoalan lingkungan saat ini, jelas Teras Narang, adalah populasi penduduk yang diprediksi meningkat pada 2030, dan mencapai 400 juta pada 2045. Sehingga pentingnya pemikiran strategis mengingat sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan.
Menurutnya, gereja sebagai wadah memiliki pengaruh besar dalam rangka meningkatkan kesadaran jemaat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. “Suara gereja begitu kuat dalam rangka penyadartahuan bahwa masalah lingkungan atau ekologi menjadi tantangan kita bersama, bukan hanya saat ini, tapi juga di masa yang akan datang, dan jangan sampai berhenti melainkan harus berkelanjutan,” ujar mantan Gubernur Kalimantan Tengah ini.
Dia pun berharap agar jemaat tidak hanya sekadar menjadi agen, tetapi juga sebagai pelaku pelestarian lingkungan. “Minimal menyadari bahwa masalah lingkungan adalah tantangan bagi jemaat kita, dan ini menjadi penting karena kerusakan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perobahan iklm yang kini sudah kita rasakan,” tandasnya.
Perlunya kerjasama juga disampaikan Juliarta Bramansa Ottay, dari Manka, sebuah organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup. Hal ini penting agar satu sama lain terkoneksi.
“Karena satu sama lain belum terkoneksi, belum ada gerakan bersama, dan isu lingkungan masih dilihat sebagai tanggung jawab para ativis. Padahal persoalan lingkungan harus dilihat sebagai norma umum, karena lingkungan adalah masalah kita semua. Maka kita harus bangkit dari dalam diri sendiri. Harapan kita isu lingkungan menjadi isu bersama, dan menjadi bagian dari kehidupan keseharian,” jelas Juliarta.
Kesadaran akan lingkungan, lanjut Juliarta, diharapkan tidak hanya terjadi di satu komunitas, tapi semua, salah satunya dalam lembaga keagamaan. “Sebab itu penting bagaimana video ini bisa disebarkan secara masif. Sesuatu yang harus dilakukan bersama, tidak hanya dari kalangan aktivis lingkungan tapi juga pemuka agama, entitas agama atau pemimpin moral, yang akan lebih didengar, sehingga pesan moralnya akan lebih mengena,” tandasnya.
Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Eksektif bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI Pdt. Jimmy Sormin. Dia melihat perlu ada norma bersama, salah satunya selaras dengan alam, tidak tamak, menyadari situasi kehidupan ekologis, harus tau berkata cukup, bisa berbagi kehidupan, dan memperjuang sistim berkecukupan dan berkeadilan.
“Gereja sudah paham betul dengan adanya gerakan yang dilakukan oleh PGI lewat Gereja Sahabat Alam, zero plastik sudah dilakukan. Namun yang namanya norma belum jadi bagian tatanan gereja itu sendiri, masih ada saja yang belum melakukan. Maka perjuangan yang testruktur, sistematis dan masif butuh komitmen diri.
Mensinggung keempat isu yang ada dalam masing-masing video (air tanah, sampah, energi dan hutan hujan), bertujuan secara moral, dan harapannya akan diputar berulang-ulang di gereja selama ibadah atau kegiatan lainnya, sehingga nilai-nilai seperti penyadartahuan, menjadi habitus jemaat, terus diingat dan akhirnya terinternalisasi dalam jemaat, sehingga akan menjadi gerakan masif.
“Mengapa sampah karena sangat krusial, karena kita kita menyumbang sampah terbesar. Air tanah kita dalam krisis, stok berkurang karena semakin banyak perusahaan, rumah, dan perkantoran. Juga energi, kita abai terhadap itu. Terakhir Hutan Hujan. Hutan tropis kita terbesar no 2 di dunia. Dan ini berperanguh kepada laju perobahan iklim jika kita bisa menyelamatkannnya. Begitu juga dengan krisis Air Tanah,” ujarnya.
Menurutnya, video-video tersebut juga memiliki fungsi control, jadi Ketika jemaat tahu bahwa ada ajakan, gerakan bersama, terhadap isu air tanah, sampah, energi dan hutan hujan tadi. “Ini menjadi fungsi kontrol bagi kita untuk saling mengingatkan, mengoreksi, dan mengembangkan,” tandas Pdt. Jimmy Sormin.
Sementara itu, merespon apa yang disampaikan para narasumber, Ketum PGI Pdt. Gomar Gultom dalam sesi tanya-jawab mengatakan, bahwa kita akan menghadapi Kiamat Ekologis. Sebab itu, yang sekarang dibutuhkan saat ini adalah Pertobatan Ekologis. Tidak sekadar langkah-langkah kecil.
“Yang krusial paradigma teologis kita, kita cukup lama berbasis memperlakukan alam diciptakan demi kebutuhan manusia, padahal alam punya marwahnya sendiri. Cara berpikir yang harus dikembangkan bahwa alam punya hubungan sendiri dengan Allah. Memperlakukan alam semena-mena, sama dengan kita sedang mencibir Allah,” ujarnya.
Diskusi dan Launching Video Edukasi Peran Gereja Menghadapi Krisis Iklim yang dihadiri MPH-PGI, PGIW, pimpinan gereja, pengurus Pawarna, Perwamki, dan perwakilan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta ini, merupakan bentuk respons terhadap krisis ekologi sebagaimana diamanatkan dalam Sidang Raya XVII PGI di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) 2019 lalu. Pendekatan literasi dan/atau menguatkan narasi kepedulian terhadap alam dan krisis ekologi dipandang efektif.
Sebab itu, melalui kerja sama dengan Yayasan Manka, Bidang KKC PGI memproduksi video animasi yang bersifat edukatif tentang hal praktis dalam menrespons isu terkait perubahan iklim, antara lain tentang air, sampah, energi, dan hutan. Isu ini merupakan hal krusial untuk direspons di berbagai tempat, secara khusus di daerah perkotaan.
Dengan diproduksinya 4 video edukasi ini, PGI mengimbau gereja-gereja untuk mendiseminasikannya kepada umatnya, secara khusus melalui media informasi yang dimiliki oleh gereja, misalnya LCD projector, LED, media sosial, dan lain sebagainya. Hal ini bisa dilakukan di setiap peribadahan, saat menunggu ibadah untuk dimulai atau pada saat pemberitaan warta jemaat setiap minggunya.
Pewarta: Markus Saragih