Gereja GPKB Akhirnya Bersatu Kembali
JAKARTA,PGI.OR.ID-Setelah hampir 10 tahun terjadi dualisme kepemimpinan di tubuh Gereja Punguan Kristen Batak (GPKB), akhirnya kedua kubu menyatakan penyatuan kembali melalui penandatanganan akta perdamaian yang dilakukan oleh Ephorus Pdt Frans Ongirwalu dan Ephorus Pdt R. Pandiangan, di GPKB Pulomas, Jakarta, Sabtu (22/8). Momen tersebut disaksikan Ketua Umum PGI Pdt Gomar Gultom dan perwakilan dari United Evangelical Mission (UEM) dalam hal ini moderator UEM Pdt WTP Simarmata, dan Ketua UEM se-Asia, Pdt Petrus Sugito.
Seperti dilansir MAJALAHREFORMASI.COM, sebelum acara penandatanganan akta perdamaian dilakukan, diadakan kebaktian yang dipimpin langsung oleh Moderator UEM dan juga mantan Ephorus HKBP periode 2012-2016, Pdt WTP Simarmata. Tema khotbah diambil dari kitab Yohanes 14:27 ‘Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.
Sebagai anak Tuhan yang telah ditebus oleh darahNya, umat Kristen harus memberikan sesuatu yang berbeda dengan persekutuan manapun karena hakitat dalam kekeristenan adalah pembawa perdamaian. Bahkan pada saat Nomensen tiba pertam kali di tana Batak tepatnya di desa Silindung pada tahun 1860 disebutnya kampung itu dengan sebutan huta damai, asa sian i ro damai karena Nomensen berpikir dan mempunyai keyakinan dimana salib berdiri tegak pasti ada damai.
Pdt WTP Simarmata menuturkan, ia dan Pendeta Gomar berangkat dalam gereja yang awalnya dalam konflik tetapi Tuhan mengizinkan diadakan sinode godang sehingga terjadi perdamaian.
Sementara itu, Ketua umum PGI Pdt Gomar Gultom dalam sambutannya mengatakan atas nama Majelis Pekerja Harian PGI menyampaikan selamat atas berlangsungnya penandatangan kesepahaman dalam lingkungan GPKB. “Kami menyambut dengan sukacita disertai apresiasi atas kesediaan keduabelah-pihak untuk mengakhiri dualisme kepemimpinan GPKB selama ini. Tidaklah mudah untuk tiba pada kesepakatan ini, saya tahu Bapak dan Ibu sudah melalui jalan panjang dan berliku,” ujarnya.
Dia menambahkan, masing-masing kita, disadari atau tidak, memiliki kecenderungan untuk hidup eksklusif dan menganggap dirinya dan kelompoknya yang paling benar. Tuhan dan kebenaran pun diklaim hanya berdasarkan pemahaman dan tafsiran yang dimiliki. Pola hidup sektarian, fanatis dan fundamentalis telah begitu dalam mencekoki keseharian kita. Maka pengelompokan dan konflik menjadi keseharian di tengah bangsa kita, tetapi acap juga di tengah gereja.
“Saya teringat ungkapan seorang bijak yang mengatakan, bahwa dalam setiap pengelompokan, semua pihak, tanpa terkecuali, telah ikut menyumbang dalam memperkeruh kehidupan bersama. Dan celakanya, demikian orang bijak tersebut, semua pihak selalu mengedepankan kebenarannya, tanpa berupaya berpikir bahwa di pihak yang lain juga ada unsur-unsur kebenaran,” katanya.
Menurut Pdt. Gomar, berbagai harapan dan doa kini ditumpukan pada acara ini. Sebab itu, jangan lagi terjebak hanya dengan masalah-masalah internal, sehingga terhalang dalam mewujudkan perannya di tengah masyarakat dan bangsa. “Kita sangat berharap bahwa GPKB menjadi salah satu garda terdepan dalam arakan gereja-gereja di Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Saya percaya, dengan kekuatan cinta, GPKB akan menjadi perekat dalam kehidupan bermasyarakat, dan bukan sebaliknya dan pada gilirannya GPKB akan mampu melantangkan cintakasih itu di tengah masyarakat dan bangsa kita,” pungkasnya.
Usai penandatanganan yang berlangsung penuh dengan keakraban masing-masing pihak menyatakan harapan dan komitmennya untuk kemajuan GPKB kedepan. Ephorus GPKB Pdt Frans Ongirwalu mengatakan dalam sambutan singkatnya usai penandatanganan akta perdamaian bahwa apresiasi yang setinggi-tingginya buat kehadiran dan dukungan yang telah diberikan oleh PGI dan UEM selama ini.
Dia menambahkan, GPKB sebentar lagi pelayanannya menuju ke 100 tahun, kiranya Tuhan memberikan kesempatan bagi semua jemaat untuk bisa menyaksikan dan mengiring GPKB ke-100 tahunnya. “Jayalah GPKB, dan kiranya gereja ini dapat menjadi rumah kita bersama,” tandasnya.
Senada dengan itu Sekum GPKB Pdt Rita br Purba, menyatakan sangat tersentuh dan bersyukur kepada Tuhan atas perdamaian akhirnya dapat terwujud. Ia juga mengucapkan rasa terimakasih nya kepada kehadiran dan dukungan dari UEM.
Pdt Rita Purba juga menceritakan bahwa tidak menyangka bahwa perdamaian ini boleh terjadi apalagi jika melihat perjalanan panjang GPKB selama ini. Bahkan menurutnya, ada beberapa pihak yang pesimis dan mencibir jika GPKB bisa kembali bersatu. “Saya sering bolak-balik Jakarta Medan selama ini dengan tangan hampa tetapi puji Tuhan sekarang GPKB sudah bersatu kembali,” imbuhnya.
Sama halnya dengan Ephorus GPKB Pdt R Pandiangan dalam sambutannya yang singkat menyatakan apresiasainya bagi UEM dan PGI atas kehadirannya dan dukungannya. “Marilah kita bersatu kembali membuang segala perbedaan biarlah salib dan kasih Kristus mempersatukan kita kembali,” teranganya.
Pdt. D Sihombing Sekum GPKB mengungkapkan suatu kebanggaan bisa menghadirkan moderator UEM karena sangat sukar menghubungi beliau tetapi beliau memberi hati kepada GPKB.
Dia juga berharap dukungan dan doa dari seluruh jemaat GPKB seluruh Indonesia untuk pelaksananan sinode Am tahun 2021 agar berlangsung sukses. Tak hanya itu perwakilan dari masing-masing gereja juga menyatakan apresiasi dan dukungannya sehingga tercapai perdamaian ini masing-masing dari GPKB Walang dan Tegal Parang, Jakarta.
Acara ditutup dengan malam malam serta ramah tamah dengan semua jemaat dan undangan yang hadir. Seperti diketahui setelah akta perdamaian secara resmi dilakukan, agenda berikutnya adalah melakukan sinode AM tahun 2021.
Pewarta: Markus Saragih