FPID Siap Menjadi Kekuatan Penyeimbang Pemerintahan yang Baru

JAKARTA,PGI.OR.ID-Sejumlah tokoh agama yang tergabung dalam Forum Peduli Indonesia Damai (FPID) menggelar halal bihalal, selain dalam rangka pertemuan rutin, tetapi juga merespon proses Pilpres 2024, di aula ke-uskupan Katedral Jakarta Pusat, pada Sabtu (4/5/2024).
Wakil Ketua Umum MUI KH Marsudi Syuhud mengatakan, kumpulnya para pimimpin agama Indonesia ini untuk mencairkan suasana agar hubungan di antara sesama semakin menguat. Dalam pertemuan itu, para pimimpin agama memiliki satu kesamaan visi untuk terus menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Jika ada kurang-kurangnya kita perbaiki, jika masih ada yang belum semua sepakat itu adalah kewajaran yang harus kita jaga. Kita juga mengimbau agar pihak-pihak yang memiliki pendapat yang berbeda dapat diterima. Hal itu karena pendapat yang berbeda merupakan bagian dari kritik. Sementara kritik, merupakan sarana untuk melakukan perbaikan-perbaikan,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Darul Uchwah ini.
Pada kesempatan itu, Ketua Umum Pendeta Gomar Gultom menyampaikan kita patut bersyukur pemilu bisa dilewati dengan lancar dan damai, meski hasilnya tidak dapat memuaskan semua pihak.
“Pastilah hasil pemilu ini tidak bisa memuaskan semua pihak. Ada begitu banyak kekecewaan, ada begitu banyak kemarahan, oleh tingkah ulah para penguasa maupun para kontestan pada pemilu lalu. Tapi bagaimana pun, kita harus terima hasilnya. Rakyat sudah menentukan pilihan, terlebih MK sudah mengambil keputusan. Maka saatnya kita kini mendukung pemerintahan ke depan,” ujarnya.
lanjut Ketum PGI, yang perlu dipikirkan ke depan bagaimana mendorong adanya penyeimbang di parlemen. “Diprediksi tinggal PDIP dan PKS yang kemungkinan jadi penyeimbang di parlemen. Itu pun kekuatannya hanya sekitar 28%. Walau kecil, masih lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Tinggal soal bagaimana mereka mengelola teknik negosiasi mereka berdasar kesetiaan pada konstitusi dan regulasi yang berlaku dan rasa tanggung-jawab atas kemaslahatan rakyat banyak,” tandasnya.
Meski demikian, menurutnya tidak bisa sepenuhnya meletakkan posisi penyeimbang ini hanya di parlemen. Dia menyitir Chales de Gaulle tentang peran tentara dalam perang. Maka pembangunan politik, terutama proses demokratisasi, di negara ini terlalu berharga jika hanya diserahkan kepada para politisi. Peran tokoh agama juga dibutuhkan.
“Perlu juga peran para tokoh agama untuk tetap menjadi penyampai nurani rakyat. Meminjam istilah Rendra, para tokoh agama bisa menjadi penyeimbang dengan berumah di atas angin. Saya bangga, bahwa sejak pertemuan pertama hingga yang ketujuh hari ini, semua yang terlibat dalam forum ini tak seorang pun yang berumah di kraton. Sepemahaman saya tak seorang pun di antara kita yang memiliki kepentingan politik selama pemilu lalu, tak ada di antara kita yang “dirapihkan” di dalam kraton,” katanya.
Dia pun berharap, agar FPID tetap kritis dalam menyambut pemerintahaan baru nanti, sebagai wujud kecintaan kita atas bangsa Indonesia.
Perlunya FPID berperan kristis sebagai kekuatan penyeimbang terhadap pemerintahan yang baru juga disampaikan Ketua Matakin Budi S. Tanuwibowo, dengan terus bersuara. “Kita harus terus bersuara sekalipun sayup-sayup sekalipun mungkin tak terdengar, namun jika suara ini tetap konsisten akan terasa juga. Maka, agar terus bersuara maka tradisi pertemuan semacam ini hendaknya terus dilanjutkan. Karena bagaimanapun perlu penyeimbang terhadap pemerintahan yang ada,” ujarnya.
Sedangkan tokoh spiritual Nusantara Sri Eko Sriyanto Galgendu melihat, tokoh agama juga harus memberikan kerangka dan arah. Maka jelas moral dan etika itu menjadi tanggung jawab pemimpin agama bukan pemimpin politik. Maka, ketika saat ini terjadi puing-puing persoalan termasuk etika dan moral, tokoh agama bertanggung jawab untuk menata kembali.
Para tokoh lintas agama ini sangat berharap, semua pihak dapat bersatu memikirkan Indonesia. Termasuk dari para pemimpin Indonesia bisa duduk bersama untuk menuangkan pikirannya untuk bangsa dan negara. Semua pihak bisa menyisihkan perbedaan itu untuk kepentingan bersama. Romo Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo mengatakan, diperlukan rasa saling menghargai martabat di antara sesama manusia dan warga negara Indonesia. Hal inilah yang menjadi akar terjadinya berbagai persoalan di Indonesia.
Sejumlah tokoh agama yang hadir dalam halal bihalal FPID diantaranya Wakil Ketua Umum MUI KH Marsudi Syuhud, Kardinal Ignatius Suharyo, Pemimpin Spiritual Nusantara Sri Eko Sriyanto Galgendu, Romo Antonius Suyadi dari Komisi HAAK KAJ, Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, Ketua Matakin Budi S. Tanuwibowo, Ketua MLKI Engkus Ruswana, Ketua Umum PH PHDI Pusat Wisnu Bawa Tenaya, dan Ketua Permabudhi Drs. Piandi.
Pewarta: Markus Saragih