Di Kegiatan ALPHA Camp, Ketum PGI Urai Salah Satu Tantangan Pelik yang Kini Kita Hadapi
PGI.OR.ID – Salah satu tantangan pelik yang kita hadapi kini, sebagaimana dikonstantir oleh Sidang Raya Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) 2019 di Waingapu, adalah transformasi masyarakat yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi digital.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketum PGI Pdt. Gomar Gultom pada kegiatan ALPHA Camp PGI 2024 bertajuk “Menjadi Generasi Alpha”, yang diselenggarakan bekerja sama dengan Gereja Kristen Jawa (GKJ) dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), di Salatiga, 25 hingga 29 Juni 2024.
“Kemudahan-kemudahan yang ditawarkannya, telah membawa harapan akan masa depan yang lebih baik, tetapi pada saat sama juga menimbulkan keprihatinan-keprihatinan mendalam,” ujar Pdt. Gomar.
Saat ini, kata dia, kita semua sangat lekat dan akrab dengan teknologi digital. Rasanya hampir tak ada lagi di antara kita yang tidak menggunakan handphone.
Mengutip data Statcounter per Juli 2020, Pdt. Gomar menyebutkan, Indonesia termasuk 10 besar pengguna smartphone, dan pada Juli 2021 menempati urutan keempat pengguna smartphone, sesudah Tiongkok, India dan Amerika.
“Lebih dari 160 juta pengguna, 58%. Sayangnya, Microsoft merilis, Indonesia berada pada posisi terendah perihal keadaban publik dalam penggunaan handpone. Media social kita dipenuhi dengan hoax, scam, penipuan, dan ujaran kebencian,” beberanya.
Menurut dia, perkembangan teknologi digital yang begitu spektakuler, sesungguhnya adalah sebuah anugerah bagi kita, karena begitu banyak kemudahan yang dibawanya dalam kita menata kehidupan masa kini.
Apalagi lanjut dia, ternyata perkembangan dunia digital ini memiliki tiga karakteristik yang sangat menolong: kecepatan yang luar biasa, banyaknya pilihan yang ditawarkan, nyaris tak terbatas, dan semua gawai atau gadget yang kita gunakan bisa dicustomized sesuai dengan selera dan kebutuhan kita.
“Tetapi sekaligus juga sangat problematis. Kecepatan yang luar biasa itu menggerus kesabaran kita, banyaknya pilihan yang tersedia mengakibatkan kedangkalan berpikir dan customized tadi makin memupuk sikap individualistik kita,” terangnya.
Dan keasikan yang ditawarkannya, disebut Pdt. Gomar, telah melahirkan budaya phubbing yang makin menggerus kepedulian terhadap sesame dan lingkungan.
“Yang menjadi kegalauan terbesar saya kini, begitu mudahnya warga masyarakat kita diombang-ambingkan oleh penggunaan smartphone ini, terutama terkait informasi yang berkembang di dunia maya,” tandasnya.
Bahkan tanpa disadari, lanjut Pdt. Gomar, kita sering ikut berpartisipasi dalam penyebaran hoax. Buzzer kini lebih dipercaya oleh umat ketimbang pendeta atau bahkan ketua sinode.
Dan satu lagi, tambah Pdt. Gomar, ternyata kita hanya menjadi pemakai yang sangat konsumtif dalam teknologi itu, yang sayangnya tidak diimbangi dengan daya kreatifitas dan inovasi.
“Buat adik-adik, kini betapa banyaknya teman-teman kita kini asyik sendiri dengan gawainya, nyaris tak peduli dengan sekitar. Dalam kaitan inilah saya merasa tawaran nilai-nilai dari ALPHA Camp ini, bagi saya sangat tepat di Tengah kecenderungan dunia digital yang makin mengisolasi kita satu sama lain,” tegasnya.
Kelima nilai ALPHA yang disebut Pdt. Gomar, yakni Attentive, Lively penuh kehidupan dan enerjik, Powerful berdaya, Harmonious, dan Authentic menjadi diri sendiri.
“Kiranya bisa kita gali, pupuk dan kembangkan selama Camp ini. Saya juga mengajak kita semua mengembangkan 5B selama Camp ini: Bermain, Berbincang, Belajar, Bernyanyi dan Berdoa Bersama,” imbaunya.
Pdt. Gomar menuturkan, manusia itu adalah makhluk bermain: homo ludons, dan ini yang hilang dari peradaban kita sekarang. Semua terlalu serius.
Dalam terang inilah, lanjut Pdt. Gomar, dirinya sangat menghargai prakarsa teman-teman menyelenggarakan acara ini.
Dia katakan, MPH-PGI menaruh harapan besar kepada anda semua untuk juga terlibat mengembangkan berbagai bentuk permainan Bersama, semakin membuka kesempatan untuk bercengkerama dan ngobrol bersama, serta berlajar, bernyanyi dan berdoa Bersama; baik di tengah keluarga maupun di tengah masyarakat umum, sehingga masyarakat kita juga teredukasi dengan sebagai Persekutuan yang hidup dan tidak teralienasi oleh budaya digital..
Pada kesempatan yang sama, Ketua GKJ Pdt Sundoyo katakan, GKJ berfokus pada perempuan dan orang muda
Dia mengajak untuk menghayati tentang pendopo. “Pak Dance orang Manado tapi melayani sebagai anggota dewan dan Ketua DPRD di Salatiga. Kita dari beragam suku, kita punya kesempatan yang sama untuk berperan bagi bangsa,” sebutnya.
“Besok kita akan ditemani dosen-dosen dr UKSW, mikik dari 18 sinode yang ada di Indonesia. Menjadi salah 1 universitas terkuat di Indonesia yang punya peran penting di dunia pendidikan, yang menjadi jembatan bagi masa depan,” sambungnya.
Menurut Pdt. Sundoyo, kompleks Salib Putih, sekitar 89 ha, ada hotel, perkebunan, peternakan, panti sosial, dan gereja berusia di atas 100 tahun.
Ini, kata dia, menunjukkan bahwa gereja punya peran di dalam kehidupan untuk melanjutkan pelayanan bagi bangsa ini. “Kita yang tua akan selesai, dan ada waktunya bagi teman-teman untuk melanjutkan.
“Menurut Prof. Adiningsih, ada tiga cara untuk berperan bagi bangsa, yakni menjadi politisi, akademisi, dan profesional di bidang masing-masing. Dan teman-teman dipanggil untuk itu,” tutup Pdt. Sundoyo.
Sementara itu, Rektor UKSW Prof. Dr Intiyas Utami menyambut baik kesempatan kolaborasi pada kegiatan ALPHA Camp ini.
“Kiranya kegiatan ini menjadi inspirasi, karena generasi emas terbentuk tidak hanya denga memiliki kompetensi tapi jiwa dan hati yang penuh kasih dan pemaknaan bahwa hidup kita adalah untuk melayani,” ujarnya.
Ketua DPRD Kota Salatiga Dance Ishak Palit, M.Si. dalam sambutannya, menyebutkan bahwa dirinya adalah orang Salatiga dari Manado. “Minoritas nama, tidak bisa bahasa Jawa, sipit seperti Tionghoa, Kristen tapi bisa jadi Ketua DPRD,” ucapnya.
Rahasianya apa? Dance Ishak katakan, kuncinya dapat dari orang muda gereja, dengan aktif di gereja dan organisasi.
“Kerja keras, Kreativitas muncul ketika dalam tekanan. Dididik dan ditempa melalui pemuda gereja. Kita (orang tua) generasi yang terkikis, teman-teman muda ini akan menjadi generasi emas atau perak, yang menentukan adalah kerja keras, tahan banting, jujur,” tandasnya.(*)