Di Hari Kesaktian Pancasila, Tim Advokasi Tolak Tambang akan Ajukan HUM atas PP 25/2024

JAKARTA,PGI.OR.ID-Sejumlah lembaga masyarakat, tokoh, akademisi, dan praktisi yang tergabung dalam Tim Advokasi Tolak Tambang sepakat akan mengajukan Permohonan Hak Uji Materiil (HUM) atas PP 25/2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP 25/2024) yang memberikan konsesi tambang secara prioritas kepada organisasi keagamaan, ke Mahkamah Agung, di Hari Kesaktian Pancasila, Selasa (1/10/2024).
Kesepakatan tersebut mencuat dalam webinar bertajuk Menolak Suap Tambang untuk Ormas Keagamaan, yang juga dilaksanakan dalam rangka memperingati hari pertambangan dan energi, Jumat (27/9/2024).
Mengawali diskusi, Wasingatu Zakiyah selaku kuasa hukum Para Pemohon mengatakan, pemberian izin tambang bagi ormas keagamaan yang didasarkan pada Pasal 83A PP 25/2024 jelas bertentangan dengan aturan yang diatasnya, yakni Pasal 75 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
“Jika melihat Pasal 83A PP 25/2024, IUPK diberikan secara prioritas oleh pemerintah ke ormas keagamaan. Sedangkan Pasal 75 ayat 3 dan 4 UU 3/2020 mengatur mekanisme lelang untuk pemberian IUPK bagi selain BUMN dan BUMD . Karenanya, setiap IUPK yang diterbitkan atas dasar Pasal 83A PP25/2024 dan diperuntukkan bagi ormas adalah cacat hukum,” ungkap Zaki yang juga warga NU dan penasihat dari Publish What You Pay.
Muhammad Isnur, yang juga kuasa hukum Para Pemohon, menyinggung soal buruknya kebijakan pemerintah soal pemberian izin tambang bagi ormas keagamaan.
“Kalau kita lihat dan pelajari, apa yang dimaksud dengan ormas keagamaan? Itu tidak ditemukan penjelasannya dalam PP 25/2024. Bahkan dalam UU Ormas pun tidak diatur definisinya sehingga menjadi bias dan sangat tidak jelas dari segi peraturan. Belum lagi terkait tambang, Indonesia turut berkomitmen secara internasional untuk mulai meninggalkan kegiatan-kegiatan ekstraktif yang merusak lingkungan, seperti pertambangan batu bara, dan lainnya,” ujar Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini.
Bahkan, lanjut Isnur, forum dunia mengakui batubara adalah sumber daya paling kotor dan “haram”. Maka, sangat aneh rasanya jika pemerintah terus memberikan izin tambang secara cuma-cuma, terlebih untuk ormas keagamaan yang secara aturan yang lebih tinggi saja tidak jelas.
Sementara itu, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Herlambang Perdana Wiratraman mengungkapkan, pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan lebih besar keburukan ketimbang manfaatnya. Ormas keagamaan akan diseret ke bisnis pertambangan yang merusak lingkungan.
Padahal, jelas Herlambang, lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan keadaaan yang semestinya dijaga dan dilestarikan, terkhusus oleh ormas keagamaan tersebut yang tentunya berpangku pada kitab-kitab ajaran agama masing-masing. Ormas keagamaan semestinya tidak boleh memikirkan kepentingan ormasnya saja, melainkan harus juga memikirkan dan menyiapkan lingkungan yang bersih dan sehat untuk generasi mendatang (intergenerational equity).
Tim Advokasi Tolak Tambang mewakili 16 (enam belas) Pemohon, yang terdiri dari 6 (enam) kelembagaan, dan 10 (sepuluh) Perorangan, di antaranya yaitu Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional, Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nasional, Tren Asia, Perserikatan Solidaritas Perempuan, Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, Lembaga Naladwipa Instutute for Social and Cultural Studies, dan Asman Aziz – Wakil Sekretaris Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Kalimantan Timur.
Pewarta: Markus Saragih
Foto utama by: Antaranews