Bekali Reporter Media Berbasis Keagamaan, GreenFaith Indonesia Gelar Pelatihan Jurnalisme Lingkungan
JAKARTA,PGI.OR.ID-GreenFaith Indonesia berkolaborasi dengan Tempo Institute, dan 1000 Cahaya menggelar Pelatihan Jurnalisme Lingkungan untuk Reporter Media Berbasis Keagamaan, di Aula Lantai 6 Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Rabu-Kamis (2-3/10/2024).
Sebanyak 23 orang peserta mewakili beragam organisasi keagamaan di Indonesia, dan media sekuler, berkesempatan mempelajari, sekaligus melakukan praktik mengelola isu juga usulan liputan, merencanakan tulisan, menuliskan artikel storytelling, mentoring, fotografi jurnalistik, dan konten media sosial.
Dalam siaran persnya, Koordinator Nasional Greenfaith Indonesia, Hening Parlan menjelaskan bahwa krisis iklim adalah masalah global yang tidak mengenal batas agama dan negara sehingga perlu tindakan kolektif untuk memperbaikinya. “Dalam konteks menangani krisis iklim, menjaga lingkungan, dan melestarikan bumi, komunikasi yang efektif sangat penting bagi organisasi keagamaan dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat luas,” katanya.
Hening berharap, melalui pelatihan ini para reporter dapat memperkuat jurnalisme lingkungan dengan perspektif agama atau keyakinan.
Sedangkan Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Azrul Tanjung, dalam sambutannya berpesan pentingnya reporter media berbasis keagamaan turut menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya transisi energi berkeadilan.
“Media dan jaringannya menjadi salah satu sarana untuk bisa menyusun komunikasi yang mudah dipahami oleh masyarakat, sehingga masyarakat menyadari, percaya, dan yakin untuk ikut bergerak menuju energi nol bersih di 2060 mendatang,” katanya.
Pada kesempatan itu, peserta berlatih mengemas cerita menarik dengan menggunakan teknik Storytelling, yang diampu oleh Direktur Tempo Institute, Qaris Tajudin.
Penggunaan teknik Storytelling, menurutnya adalah jalan tengah ketika kita tidak bisa menjelaskan permasalahan lingkungan yang begitu pelik kepada orang-orang. Selain itu, juga menjadi jalan tengah ketika kita mendapat tekanan dari pemerintah, atasan, atau siapapun ketika merilis konten isu lingkungan yang bersifat advokatif. “Sehingga dengan bercerita, mereka tidak merasa konten ini adalah oposisi atau melawan dari yang mereka inginkan,” ujarnya.
Sebelum praktik menulis dengan gaya ‘Storytelling’, peserta diminta menonton sebuah contoh video dan menganalisis plot, karakter, konflik, deskripsi, dan kutipan. Kemudian peserta praktik menulis cerita seseorang menggunakan teknik ‘Storytelling’, kemudian cerita mendapatkan review dan masukan agar peserta bisa mengembangkan ceritanya dengan lebih baik.
Di hari kedua, peserta mengikuti sesi Fotografi Jurnalistik oleh Redaktur Foto Tempo, Gunawan Wicaksono. Dia menjelaskan jenis-jenis foto jurnalistik berdasarkan penyajiannya, mulai dari sebagai foto ilustrasi artikel, sebagai foto berita lepas, hingga sebagai esai foto. Selain itu, 8 tips untuk menjadi fotografer yang andal, antara lain memahami teknik dasar fotografi dan mengisi file foto dengan baik.
“Isilah file foto dengan baik, setidaknya mencakup metode data jurnalistik, 5W 1 H. Ketika kita tidak mengisi file info, foto kita akan menjadi sampah, karena akan menyulitkan mengidentifikasinya,” ujar pria yang beberapa karya fotonya telah mendapat penghargaan internasional ini.
Usai mengulik teori dasar fotografi, Gunawan memberikan tugas kepada peserta untuk praktik mengambil foto serta menuliskan file info dengan baik. Peserta kemudian mempresentasikan hasil karyanya dan diberikan review serta apresiasi bagi karya foto terbaik.
“Selain mengasah ketrampilan fotografi, penting bagi seorang fotografer jurnalistik untuk memahami isu aktual yang sedang hangat di masyarakat, supaya membentuk kepekaan seorang tersebut berinteraksi keluar. Teruslah memotret, kepekaan kita terhadap isu dan reaksi kita terhadap momen, itu akan otomatis terbentuk,” ucap Mas Gun, biasa dia disapa.
Sesi pamungkas giliran Kepala Optimasi Digital Tempo, Fadhli Sofyan, yang mengampu tentang Konten Media Sosial. “Kita perlu mengenal ‘Content Pilar’. Yang pertama, promotional, buat saya tertarik dengan produk kamu. Kedua, entertainment, hibur saya dengan konten kamu. Ketiga, educational, buat saya tahu dan mengerti. Keempat, conversion, buat saya melakukan tindakan: aksi, baca, daftar, datang, beli, dukung,” terangnya.
Peserta berkesempatan praktik membuat kampanye media sosial dengan memperhatikan teknik SMART goal, dan membuat 6 tahapan rencana konten, untuk topik kampanye menjaga kelestarian sungai dan air bersih, dan energi bersih dan terjangkau. “Untuk membuat konten yang bisa diterima masyarakat adalah konten yang sesuai kebutuhan pembaca, bukan kemauan si pembuat konten,” imbuh Fadhli.
Sekilas Greenfaith Indonesia dan 1000 Cahaya
Greenfaith Indonesia (GFI) adalah bagian dari GreenFaith, sebuah organisasi lintas agama internasional yang bekerja untuk keadilan iklim di akar rumput, memiliki staf di 13 negara di Afrika, Asia, Eropa dan Amerika. Didirikan pada tahun 1992, GreenFaith bekerja dengan misi untuk membangun gerakan lingkungan dan iklim lintas agama di seluruh dunia dan visi untuk membangun komunitas ekonomi yang tangguh dan peduli yang memenuhi kebutuhan semua orang dan melindungi planet ini.
Didirikan pada tahun 2022, GF Indonesia berfokus pada kampanye dan pengembangan kapasitas organisasi lintas agama dan anggota jaringan mereka dalam konteks keadilan energi dan iklim. Kami bergerak melalui pendidikan dan kampanye tentang ajaran multi-agama yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Kami mengapresiasi kegiatan keagamaan di Indonesia yang aktif dalam aksi perubahan iklim. GF secara aktif mengkampanyekan dan memberikan pelatihan terkait keadilan iklim dan membangun jaringan komunitas multi agama untuk perubahan iklim melalui ajaran agama.
Sedangkan 1000 Cahaya merupakan sebuah program dari Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah yang membangun ‘Green Movement’ dengan fokus pada Ranting, Sekolah, Pondok Pesantren, dan Masjid. Dalam tiga tahun kita berharap akan 1000 aksi dan memberikan cahaya pada sisi gelap dampak krisis iklim. Program ini ingin menggerakkan lebih banyak lagi amal usaha Muhammadiyah untuk mulai memilah dan memilih sumber energi bersih di masing-masing bidang usaha.
Pewarta: Markus Saragih