Aksi Donor Darah di Hari AIDS Sedunia. Berbagi Kasih untuk Kehidupan
JAKARTA,PGI.OR.ID-Hari AIDS Sedunia ditetapkan pada 1 Desember. Setiap tahunnya hari tersebut diperingati agar dunia terus peduli tentang kenyataan bahwa masyarakat tetap berpotensi menerima virus yang belum ditemukan obatnya ini. Selain itu, dunia juga harus diberi penyadaran bahwa stigmatisasi kepada Sesama Manusia Terinfeksi HIV dan AIDS (Sematha) harus dihentikan, sebagai bagian dari pengendalian yang tepat terhadap virus ini.
Pada peringatan Hari AIDS Sedunia 2023, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) melalui Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC), Biro Perempuan dan Anak (BPA) bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI), serta Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia (Pelkesi), menggelar aksi donor darah di lantai 3 Grha Oikoumene, Jakarta, pada Jumat (2/12/2023).
Aksi donor darah yang dimulai pukul 08.30-12.00 WIB juga bagian dari rangkaian kegiatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (16 HAKTPA) yang dilaksanakan oleh PGI.
Menurut Sekretaris Eksekutif Bidang KKC PGI Pdt. Jimmy Sormin, selain staf dan karyawan PGI, aksi kemanusiaan yang mengusung tema Berbagi Kasih untuk Kehidupan ini, juga diikuti warga gereja, dan masyarakat umum.
“Sengaja kami memberikan kesempatan untuk semua, agar mereka ikut berpartisipasi dalam mendukung pelayanan PMI bagi banyak jiwa yang membutuhkan bantuan darah dalam proses pengobatannya. Kami pun berharap ke depan aksi ini akan belangsung secara rutin di lingkungan Salemba Raya 10,” tandasnya.
Sesuai prosedur yang telah ditetapkan oleh PMI, peserta donor diwajibkan memenuhi kriteria seperti berusia 17 hingga 60 tahun, dalam kondisi bebas dari penyakit, berat badan minimal 45-50 kg, berjarak 2 bulan setelah melakukan donor darah sebelumnya, tekanan darah dalam rentang normal, dan tidak sedang mengkonsumsi obat tertentu.
Salah seorang peserta donor, Suryadi Sinaga (29), mengaku sangat bersyukur bisa menjadi pendonor, karena menurutnya sangat sedikit orang yang tergerak untuk memberikan darahnya. “Kenapa sedikit, karena ada yang berpendapat ketika mendonorkan darah hasilnya akan dijual ke orang lain oleh oknum-oknum tertentu, sehingga orang tidak tergerak hatinya mendonorkan darah, sementara begitu banyak orang yang membutuhkan,” ujar jemaat GKPS Cikoko ini.
Menurut Suryadi, selain alasan kesehatan, keikutsertaan sebagai pendonor juga didasari hal teologis. “Ketika kita memberi maka kita akan menerima. Alasan lain jika kita rajin berdonor maka jika suatu saat kita kecelakaan lalu membutuhkan donor darah, kita akan menjadi prioritas,” tandas pria yang rutin mendonorkan darahnya.
Hal senada juga diungkapkan Yonea dari STTF Jakarta. “Saya ikut donor darah karena sudah rutin, jadi sebisa mungkin memberi apa yang saya miliki untuk diberikan kepada sesama kita yang membutuhkan,” ujarnya.
Pewarta: Markus Saragih