30 Pemuda Lintas Agama Berlatih Toleransi di Gobleg Bali
PGI.OR.ID- Desa Gobleg, di Kabupaten Buleleng, Bali, menjadi tuan rumah bagi sebuah inisiatif penting dalam mempromosikan toleransi dan persatuan antarumat beragama di Indonesia.
Kegiatan yang berlangsung pada Senin (9/9/2024) hingga Sabtu (14/9/2024) ini, dikenal dengan nama Tanah Air Bhinneka (TAB) Angkatan V Goes to Bali, melibatkan 30 pemuda lintas agama yang terpilih dari 223 pendaftar dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Program TAB Angkatan V ini merupakan hasil kolaborasi antara Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) Bali, Catur Desa Adat Dalam Tamblingan, dan Baga Raksa Alas Mertajati.
Ini adalah pertama kalinya Desa Gobleg menyelenggarakan kegiatan dengan konsep lintas iman, yang melibatkan berbagai agama secara bersamaan, sebuah langkah signifikan dalam menjaga keutuhan Republik Indonesia.
Ketut Ardina, Sekretaris Tim Sembilan Adat Dalam Tamblingan, menyatakan kebanggaannya atas pelaksanaan kegiatan ini. Menurutnya, kegiatan TAB adalah langkah positif pertama yang diadakan di desa tersebut dengan melibatkan berbagai agama.
“Kami sangat bahagia karena bisa bertemu dengan teman-teman semua. Baru kali ini Desa Gobleg melaksanakan kegiatan yang mendukung kesatuan Republik Indonesia,” ujar Ketut Ardina.
Dia juga menegaskan pentingnya kegiatan ini untuk mewujudkan NKRI yang sesungguhnya, berbeda dari kegiatan-kegiatan lain yang biasanya dilakukan secara parsial.
Perwakilan Kesbangpol Provinsi Bali, I Komang Kusuma Edi, juga memberikan apresiasi terhadap kegiatan TAB.
Edi, yang menilai bahwa latar belakang keluarganya mencerminkan kebhinekaan Indonesia, menggarisbawahi pentingnya cinta tanah air sebagai bagian dari pelestarian keberagaman.
“Kita harus cinta kepada tanah air. Kita hidup, lahir, dan mati di sini. Kita dan teman-teman kita adalah yang akan merawat kebhinekaan ini,” ucapnya.
Dia juga menekankan peran Kesbangpol dalam menjaga kesejahteraan, terlepas dari peristiwa politik, dengan fokus pada kesejahteraan rakyat.
Pada kesempatan yang sama Melkianus Kebos, Analis Kebijakan Ahli Madya dari Kemenko PMK, mengungkapkan bahwa tahun ini merupakan tahun kedua PGI bekerja sama dengan Kemenko PMK dalam Program Revolusi Mental.
Menurutnya, Revolusi Mental adalah program unggulan Kemenko PMK yang bertujuan untuk memperkuat karakter bangsa melalui lima gerakan utama dan tiga nilai inti. Program ini mengajak berbagai pihak untuk bekerja sama dalam mendorong kemajuan bangsa.
“Revolusi Mental merupakan program unggulan Kemenko PMK yang telah dijalankan selama dua tahun ini. Kami berusaha agar program ini dapat terimplementasi dengan baik. Negara luar mengakui Indonesia sebagai negara yang kuat karena keberagaman budaya, tetapi tetap menjadi satu kesatuan,” jelas Melkianus.
Dia juga menjelaskan bahwa program ini berfokus pada lima gerakan utama: Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Melayani, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan Indonesia Mandiri, dan Gerakan Indonesia Bersatu, serta tiga nilai penting: integritas, etos kerja, dan gotong royong.
Kegiatan Tanah Air Bhinneka Angkatan V di Gobleg, Bali, menunjukkan komitmen yang kuat dalam mempromosikan toleransi dan persatuan di Indonesia. Dengan melibatkan 30 pemuda lintas agama dari berbagai daerah, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi model bagi inisiatif serupa di masa depan.
Melalui kolaborasi antara PGI, Kemenko PMK, dan mitra lainnya, TAB Angkatan V berupaya membangun kesadaran akan pentingnya keberagaman dan persatuan dalam menjaga keutuhan bangsa.
Pada kesempatan yang sama, Pdt. Jimmy, menyampaikan berapa pentingnya belajar dari keberagaman dan komunitas-komunitas masyarakat adat yang selama ini mengawal keberlanjutan hidup budaya dan ekosistem di sekitarnya.
Generasi pemuda sebagai penerus dan penentu masa depan bangsa, diingatkannya, harus betul-betul memahami realitas keberagaman dan dinamikanya di negeri yang dicintai ini sebagai anugerah, kekayaan, dan pembelajaran untuk dapat diwariskan dari generasi ke generasi.
“Kita tidak boleh menghindar dari dampak keberagaman itu, seperti konflik sosial, melainkan hadir sebagai para pembaru dan pendamai yang mentransformasi persoalan itu menjadi pembelajaran yang nendewasakan sekaligus memberdayakan dalam menghadapi beragam tantangan ke depan. Selama masih hati dan visi kita terarah untuk kemaslahatan bangsa ini, kita tidak akan berjalan sendiri, akan tergerak anak-anak bangsa lainnya untuk sebuah perubahan,” tutupnya.(*)
Pewarta: Tiara Salampessy